Selasa, 18 September 2012

Percakapan Menuju Islam

Donald W. Flood


Mempelajari Kristiani

Meskipun aku dibesarkan sebagai penganut Kristiani, aku selalu merasa bimbang dan tidak tertarik dengan ajaran agamaku sendiri. Aku merasa seolah-olah telah mewarisi suatu agama misterius yang tidak mungkin dapat dipahami. Aku yakin bahwa itulah alasan mengapa hanya namaku saja yang berbau Kristen, namun pada prakteknya tidak demikian. Lebih jauh lagi, keraguanku terhadap keyakinan Kristiani kusadari telah membawaku ke dalam keadaan non-relijius. Sekalipun demikian, dalam masa pencarian kebenaran itulah, aku memiliki kesempatan untuk mempelajari keyakinan yang kuwarisi dari orang-tuaku, yang memang belum pernah kupelajari secara mendalam.

Melalui brosur-brosur, kaset-kaset serta film-film video tentang ajaran Kristen yang dibuat oleh Muslim maupun non-Muslim, aku menemukan kenyataan yang sangat mengejutkan bahwa terdapat ratusan ayat di dalam Injil yang tidak sesuai dan berlawanan dengan ajaran Kristen itu sendiri. Menurut bahan-bahan tersebut, Tuhan ada sebelum Yesus (Isa a.s.). Begitu pula, Yesus (Isa a.s.) ternyata mengajarkan keyakinan terhadap Satu Tuhan. Akan tetapi, setelah masa Yesus, ajaran Kristiani mulai menekankan konsep Trinitas menggantikan Ke-Esaan Tuhan. Juga, menurut Yesus sendiri, Tuhan tidaklah beranak dan tidak mempunyai sekutu. Mengenai dirinya sendiri, Yesus juga menyebutkan bahwa dia adalah utusan Tuhan. Sebaliknya, setelah masa Yesus, ajaran Kristiani mulai menekankan bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahkan dia adalah Tuhan itu sendiri.

Mengenai monotheisme (keyakinan terhadap Satu Tuhan), bahkan firman pertama dari Sepuluh Firman Tuhan telah membenarkan adanya penegasan Yesus tentang keyakinan terhadap Satu Tuhan.
“Dengarlah, wahai Bani Israel, Tuhan kita adalah Tuhan Yang Satu.”
(Markus 12:29).
Juga, terdapat banyak sekali ayat-ayat Injil yang menolak ketuhanan Yesus. Sebagai contoh, Yesus mengakui dia sendiri tidak mampu melakukan mukjizat apapun, selain atas kehendak dan ijin Tuhan. Yang menarik, dikatakan di dalam Injil bahwa Yesus pernah berdoa. Hal ini membuatku bertanya kepada diri sendiri, “Bagaimana mungkin Yesus adalah Tuhan jika pada saat yang bersamaan dia berdoa kepada Tuhan?” Tuhan yang berdoa jelas tidak masuk akal dan merupakan suatu pertentangan. Di samping itu, Yesus menegaskan bahwa ajarannya tidak berasal dari dirinya sendiri, melainkan dariNya yang telah mengutusnya. Secara logika, apabila ajarannya bukan miliknya sendiri, maka dia hanyalah seorang nabi penerima wahyu Tuhan sebagaimana nabi-nabi sebelum (dan sesudah) dia. Lagipula, Yesus mengakui bahwa dia hanya menjalankan apa yang sudah diajarkan oleh Tuhan. Sekali lagi, aku bertanya-tanya kepada diri sendiri, “Bagaimana mungkin Yesus menerima ajaran dan sekaligus menjadi Tuhan?” Dalam diskusi kami, orang-orang Muslim tersebut membenarkan ajaran Yesus tentang keyakinan terhadap Satu Tuhan, sebagaimana ayat Al-Qur’an berikut ini.

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.” (Al-Ikhlash:1)

Untuk kesekian kalinya, aku terkejut saat menemukan ayat-ayat Injil yang mengatakan bahwa Yesus adalah utusan Tuhan. Serupa dengan apa yang kutemukan itu, Islam menganggap Yesus sebagai seorang nabi dan utusan Tuhan. Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Al-masih, putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami); kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat kami itu).” (Al-Maaidah:75)

Keyakinan Kristiani Bahwa Yesus Adalah Anak Tuhan

Menurut Injil, adalah merupakan kebiasaan untuk menyebut utusan Tuhan, atau orang yang bertakwa, sebagai anak Tuhan. Sedangkan, Yesus menyebut dirinya sendiri sebagai anak manusia, bukan Tuhan maupun anak Tuhan dalam arti harfiah. Jelas sekali bahwa Paulus adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kenaikan status Yesus menjadi anak Tuhan, karena telah menyimpang dari ajaran Yesus yang sesungguhnya.

Lebih jauh lagi, Yesus bukanlah anak keturunan Tuhan (seperti yang pernah disebutkan dalam Yohanes 3:16) karena kata-kata itu telah dihapus dari RSV (Revised Standard Version - Injil versi standard yang sudah di revisi), serta banyak lagi Injil versi baru lainnya. Di samping itu, Tuhan secara tegas telah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa Dia tidaklah memiliki anak. Tuhan juga menyatakan bahwa Dia-lah yang telah menciptakan Adam (a.s.) dan Yesus (Isa a.s.).

“Sesungguhnya contoh (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah", maka jadilah Dia.” (Al-Imran:59)
Setelah perubahan Injil tadi, para penguasa dan pendeta memalsukan dan merubah isi Injil lebih jauh lagi, hingga jauh bertentangan dengan apa yang telah dikatakan maupun dilakukan oleh Yesus. Salah satunya adalah konsep Trinitas di mana Yesus adalah salah satu dari tiga perwujudan Tuhan Trinitas (Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Roh Kudus). Di dalam Injil, ayat itu menjadi dasar yang kuat bagi doktrin Trinitas, meskipun doktrin tersebut tidak pernah dikemukakan oleh Yesus, murid-muridnya, maupun orang-orang yang mempelajari agama Kristen. Pada kenyataannya, doktrin Trinitas diberlakukan setelah melalui perdebatan dan pertentangan panjang antara umat Kristiani pada tahun 325 M di Konsili Nicea. Yang menarik, ayat mengenai hal itu telah dihapus dari Injil-Injil jaman modern.

Sebagai tambahan, Al-Qur’an telah mengingatkan kaum Yahudi Nasrani agar tidak mengingkari wahyu Tuhan serta tidak meyakini Trinitas.
Pertentangan lainnya yang kutemukan adalah tentang ‘Dosa Waris’ dan keselamatan melalui penyaliban Yesus. Ternyata, Yesus tidak pernah mengajarkan doktrin Dosa Waris. Doktrin Dosa Waris baru muncul setelah masa Yesus. Lebih jauh lagi, Yesus menyebutkan bahwa keselamatan akan diperoleh melalui ketaqwaan terhadap Tuhan, sedangkan setelah masa Yesus, keselamatan umat manusia dianggap dapat ditebus melalui penyaliban Yesus.

Dalam ajaran Kristiani, doktrin Dosa Waris merupakan suatu pembenaran atas doktrin penebusan dosa manusia melalui penyaliban Yesus. Sekalipun demikian, aku menemukan bahwa doktrin ini sangat bertentangan dengan kitab Perjanjian Lama. Tampaknya, konsep ini telah dirancang sebagai cara penganut Kristiani untuk mengelak dari pertanggung-jawaban atas dosa-dosa mereka di hadapan Tuhan pada hari pembalasan. Aku akhirnya sadar bahwa, menurut Yesus, manusia akan diselamatkan oleh ketaatan dan ketakwaannya sendiri kepada Tuhan. Hal ini sesuai pula dengan Al-Qur’an, bahwa setiap jiwa akan mendapat balasan menurut amal perbuatannya. Akan tetapi, ketentuan ini telah ditukar dengan sebuah doktrin, bahwa dosa umat manusia dapat ditebus dengan penyaliban Yesus.

Teori penebusan dosa melalui penyaliban Yesus harus didukung bukti bahwa Yesus menawarkan dirinya sendiri dengan suka rela untuk disalib demi menyelamatkan dan menebus dosa umat manusia. Jika benar demikian, mengapa Yesus harus meminta tolong kepada Tuhan sebelum para tentara datang untuk menangkapnya?

“...Bapa, selamatkanlah aku daripada saat ini.” (12:27)
Demikian pula, mengapa Injil menyebutkan bahwa Yesus berteriak dengan lantang memohon pertolongan Tuhan saat berada di atas salib?
“...Tuhanku, Tuhanku, mengapa Kau tinggalkan aku?” (Matius, 27:46)

Selain itu, bagaimana mungkin Yesus disalib untuk menebus dosa seluruh umat manusia, jika dia diutus hanya untuk Bani Israel saja? Ini sungguh merupakan penyimpangan. Ayat-ayat Injil di atas sangat meyakinkan kita bahwa Yesus telah disalib untuk menebus dosa anak manusia. Sedangkan, menurut Al-Qur’an, orang yang berada di atas salib bukanlah Yesus, melainkan orang lain yang diserupakan dengannya. Bila hal ini benar, maka akan didapatkan penjelasan logis tentang pertemuan Yesus dengan murid-muridnya setelah masa penyaliban. Seandainya dia benar-benar meninggal di atas salib, maka dia pasti akan datang kepada murid-muridnya dalam wujud spiritual. Sebagaimana yang disebutkan dalam Injil Lukas 24:36-43, Yesus menemui mereka secara fisik setelah peristiwa penyaliban. Sekali lagi, aku menemukan bahwa ternyata Paulus-lah yang mengajarkan dogma kebangkitan Yesus dari kematian. Paulus juga mengakui bahwa kebangkitan Yesus hanyalah ajarannya sendiri.

Aku menemukan banyak sumber yang menyebutkan bahwa pada masa itu, Paulus dan yang lain-lainnya merasa putus asa dengan penolakan orang Yahudi terhadap ajaran Yesus, sehingga mereka terpaksa menyebarkan ajaran itu kepada orang-orang non-Yahudi. Mereka merambah Eropa selatan, di mana polytheisme dan pemujaan berhala sedang meraja-lela. Secara bertahap, ajaran Yesus mulai diubah agar sesuai dengan selera dan tradisi bangsa Romawi dan Yunani pada masa itu. Injil sendiri telah mengingatkan agar tidak seorangpun menambahkan maupun mengurangi apa-apa dalam ajarannya, namun ternyata hal itu telah benar-benar terjadi. Tuhan juga telah memberikan peringatan serupa di dalam Al-Qur’an.

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah:79)