Senin, 24 Oktober 2011

Hati-hati, Umat Islam Diobok-Obok Yahudi

Beberapa hari terakhir ini pemberitaan tentang Front Pembela Islam ( FPI ) terkait dengan Wikileaks yang mengungkapkan, kawat diplomatik tertanggal 19 Februari 2006, menyebutkan anggota Badan Intelijen Negara Yahya Assegaf dekat dengan FPI. Yahya pulalah yang memberi peringatan kepada kedutaan Amerika Serikat atas aksi protes FPI terhadap kartun Nabi Muhammad SAW. Yahya juga menyatakan FPI adalah “attack dog” bagi kepolisian, menjadi topik yang cukup menarik untuk dicermati. Menurut Munarman, SH., selaku Ketua Dewan Pengurus Pusat Front Pembela Islam (FPI), apa yang disampaikan Yahya ke kedutaan sama saja menjual informasi negara. Apalagi Yahya melalui anaknya Hani Yahya Assegaf ternyata mendirikan Indonesia Israel Public Affairs Comitte (IIPAC), sebuah LSM yang memiliki agenda untuk mempromosikan zionisme internasional. Itu ada di anggaran dasar IIPAC, tujuannya jelas adalah membangun hubungan dengan Israel dan pada tingkatan yang kongkrit secara politik sampai berdirinya kedutaan besar Israel di Indonesia. Bahkan dalam beberapa wawancara di media, orang-orang IIPAC menyatakan akan mempromosikan beberapa nama untuk menjadi presiden. Itu artinya, supaya ketika mereka memiliki pengaruh kepada kandidat presiden dan berhasil menjadikan kandidat tersebut presiden, maka harapan mereka akan terwujud, yakni mendirikan kedutaan Israel di Indonesia. Itulah agenda utamanya. Beberapa informasi lain bahkan menyebutkan bahwa Hani Yahya Assegaf ini juga menyusup ke berbagai aktivis Islam lainnya, termasuk aktivis-aktivis gerakan jihad, bahkan dikabarkan sempat tidur bersama, sempat membiayai. Bahkan dia sempat memberi uang sampai hampir 1.000 dollar kepada aktivis gerakan jihad, untuk mendapatkan informasi segala macam, membiayai keberangkatan ke luar negeri, membuatkan paspor palsu, kepada aktivis-aktivis gerakan Islam dan gerakan jihad, tujuan utamanya kembali kepada menggunakan taktik aborsi, agar ketika jaringannya diketahui lalu diprovokasi supaya melakukan tindakan yang bisa dihukum, itu akan diserang dengan proses hukum akhirnya gerakannya mati. Itu sebenarnya agenda mereka kepada gerakan Islam.Di dokumen Akta Pendirian IIPAC yang didaftarkan melalui Notaris Nirmawati Marcia SH di Jakarta tertanggal 21 Januari 2002, tercatat nama-nama pendiri IIPAC, sebanyak 5 orang, yaitu :
Benjamin Ketang
Mr. Sakata Barus
Mr. Poppe Alexander Z
Mr. Hani Yahya Assegaf alias Han Sagov
Mr. Y. Gatot Prihandono, SSI
Di Pasal 2 Akta Pendirian tersebut dijelaskan tujuan IIPAC, yakni untuk menyelenggarakan kerjasama dengan lembaga-lembaga Israel, Yahudi Internasional, dan melindungi hak-hak warga Yahudi dan keturunan Yahudi di Indonesia serta memajukan kerjasama bisnis, investasi, IT, dan pendidikan tinggi dengan universitas di seluruh dunia. Dalam artikel yang ditulis oleh Artawijaya berjudul “Waspada, Hubungan Gelap Penguasa dan Pengusaha Israel” dijelaskan bagaimana Direktur IIPAC, Benyamin Ketang, begitu bernafsu untuk bisa membuka hubungan dengan zionis yahudi Israel.
Benjamin Ketang mengatakan,”Saya rasa dampak ekspansi Israel di Indonesia tidak perlu 10 tahun dari sekarang. Tiga tahun saja kalau ada komando dari Israel, maka mereka akan beramai-ramai datang ke Indonesia,” ujarnya. Pria asal Jember, Jawa Timur, yang merupakan alumnus Hebrew University ini kemudian menegaskan, “Tradisi orang Yahudi itu kalau komunikasi selalu dengan high level, levelnya pasti presiden atau menteri…” Ketang yang membidani lahirnya lembaga lobi Yahudi di Indonesia ini menyatakan, investor Israel saat ini melirik sektor teknologi informasi dan pertanian. Dua sektor ini tentu sangat strategis dan penting, karena berkaitan denga hajat hidup orang banyak.
Sementara itu Munarman menjelaskan kaitan Hani Yahya Assegaf, sebagai pendiri ke-3 dari IIPAC dengan Benyamin Ketang, dan agenda zionisme yahudi internasional.
“Kalau kita perhatikan tujuan IIPAC dalam pasal dua jelas, yakni untuk menyelenggarakan kerjasama dengan lembaga-lembaga Israel, Yahudi Internasional. Yahudi Internasional ini jangan lupa, sebagaimana dalam buku “International Jews” karya Henry Ford, itu jelas sekali bagaimana kejahatan-kejahatan International Jews ini. Nah, dia bekerjasama dengan lembaga-lembaga internasional yahudi tersebut, dan melindungi hak-hak warga Negara Yahudi dan keturunan Yahudi di Indonesia. Jadi jelas sekali agendanya apa. Serta memajukan kerjasama bisnis, investasi, IT, dan pendidikan tinggi dengan universitas di seluruh dunia. Saya kira agendanya sangat jelas sekali. Benyamin Ketang sendiri kalau kita lihat di dokumennya, adalah lulusan Hebrew University. Jadi dia memang dididik di Yerusalem, dia lulus tahun 2006, dengan gelar Master of Arts. Jadi, kaitannya jelas sekali antara Hani Assegaf, Benyamin Ketang, dan Yahya Assegaf. Clearly!”
Dalam sebuah dokumen, nampak ijazah Benyamin Ketang, lelaki kelahiran 22 September 1972, asal Dusun Krajan RT 03/04 Desa Taman Sari Wuluhan, Jember, Jawa Timur, lulusan The Hebrew University of Jerusalem, Rothberg International School. Kelulusannya dalam ijazah tersebut ditanda tangani oleh Prof. Steven Kaplan, tertanggal 28 Juli, 2006.
Menurut Artawijaya, Benjamin Ketang adalah kader muda NU binaan Gus Dur yang berhasil menyelesaikan studi masternya di Hebrew University, Jerussalem. Benjamin Ketang yang bernama asli Nur Hamid adalah kader muda NU yang diplot untuk membangun sebuah jejaring politik dan bisnis Yahudi di Indonesia. IIPAC yang diketuai Ketang beraliansi ke AIPAC dan Australia Jewish Comitte. Menurut Benjamin Ketang sendiri, kemunculan IIPAC berawal dari kegagalan upaya Menteri Luar Negeri Alwi Shihab (1999-2001) atas sokongan Presiden Abdurrahman Wahid untuk membuka hubungan dagang dengan Israel. Tak lama setelah kegagalan rencana Wahid dan Alwi itulah, terbentuk sebuah lembaga berbasis di Jakarta yang bercita-cita mengarahkan opini publik dan elit Indonesia agar pro-Israel. Lembaga yang dikendalikan delapan orang itu bernama Indonesia-Israel Public Affairs Committee, disingkat IIPAC. Logonya Bintang Daud bersegi selusin tapi warna dasarnya merah dan putih.
Benyamin Ketang, Unggun Dahana, dan komunitas yahudi di Indonesia yang dibangunnya pernah merencanakan untuk merayakan kemerdekaan Israel, Sabtu 14 Mei 2011 lalu. Selain itu, mereka bersama dengan aktivis yahudi isreal lainnya, pernah mengadakan seminar akhir zaman “Persiapan Pembangunan Bait Allah” di Kelapa Gading Trade Center Hypermart Lt.2, Sabtu (25/06/2011). Dalam sebuah semiloka bertajuk “Mengungkap Jaringan Yahudi di Indonesia, Ahad (31/1/2010), Munarman, SH mengatakan bahwa jaringan yahudi menjalankan operasinya di Indonesia dengan menggunakan cover atau samaran. Salah satunya adalah kegiatan dagang. “Cara yang paling ampuh dalam mengelabuhi masyarakat adalah dengan informasi. Alatnya adalah media massa untuk melakukan propaganda. Propaganda itu dilakukan dengan menampilkan citra diri baik, menyembunyikan keburukan dirinya, dan membongkar kejelekan pihak lawan. Itulah yg dilakukan oleh media massa zionis Israel“.
Kini menjadi lebih jelas mengapa Wikileaks membocorkan dokumen yang memfitnah FPI dan kaitannya dengan Yahya Assegaf, agen BIN, dan anaknya Hani Assegaf, yang merupakan pendiri IIPAC. Wikileaks, yang awalnya mendapat simpati seluruh dunia karena menjadi organisasi internasional pembocor dokumen Negara melalui situsnya, sejak November 2010, ternyata tidak lain hanya merupakan antek Zionism yahudi internasional. Hal ini semakin diperkuat dengan tidak adanya dan tidak beraninya Wikileaks membocorkan kawat diplomatik kedubes Amerika yang ada di Tel Aviv, Israel. Hingga saat ini, belum penah ada rilis bahwa Wikileaks membocorkan dokumen kawat diplomatik kedutaan besar Amerika yang ada di Tel Aviv, Israel, yang mengungkapkan kebobrokan ataupun adanya skandal politik di negeri zionis tersebut. Bahkan, kalau kita telusuri ke halaman penyimpanan dokumen Wikileaks, kita hanya menemukan 3 buah artikel tentang Israel, yang itupun belum dipublikasikan. Sebenarnya, keberadaan organisasi Wikileaks dan para pendirinya juga cukup misterius. Hingga saat ini, hanya Julian Assange yang diketahui identitasnya oleh publik. Assange juga menjabat sebagai direktur dan anggota dari Dewan Penasihat Wikileaks. Sebelum mendirikan Wikileaks, Assange yang berasal dari Australia merupakan seorang penerbit dan jurnalis. Julian Assange dipilih untuk mewakili Wikileaks di publik karena keadaan dirinya yang tidak memiliki rumah ataupun keluarga sehingga dianggap merupakan sosok yang tepat. Sementara itu, pendiri Wikileaks yang lainnya memilih untuk tidak mengungkapkan identitasnya. Sayangnya, bocoran dari Wikileaks terlanjur dipercaya publik. Padahal, tidak sedikit informasi dari Wikileaks justru menyesatkan dan merugikan umat Islam, contohnya dalam kasus fitnah terhadap FPI. Munarman SH, berpendapat bahwa bocoran-bocoran Wikileaks itu penuh dengan rekayasa dan keganjilan. Karenanya, Munarman menyayangkan ketidakkritisan media dalam mengutip bocoran Wikileaks. Semestinya, media mengungkapkan fakta-fakta ganjil dan pola kerja Wikileaks yang hanya bersumber pada kawat diplomatik Amerika kepada Washington, ungkapnya dalam sebuah wawancara, Senin (5/09/2011). “Kalau kita lihat pola yang ada di Wikileaks maka mereka selalu mengambil sumbernya dari kawat diplomatik kedutaan Amerika di seluruh dunia, baik itu Indonesia, Malaysia, hampir semua Negara pernah dibocorkan oleh Wikileaks dan itu sumber satu-satunya adalah kawat diplomatik yang merupakan laporan diplomat-diplomat Amerika kepada Washington. Namun kita harus melihat dengan jernih, belum pernah ada bocoran kawat diplomatik oleh kedutaan Amerika di Tel Aviv, Israel. Jadi tidak pernah ada penilaian oleh diplomat Amerika terhadap kondisi Israel yang dibocorkan oleh Wikileaks. Ini adalah sebuah fakta yang harus menjadi perhatian. Dari sini sebetulnya kita bisa melihat sebetulnya fungsi dari Wikileaks adalah membuat destabilisasi di rezim-rezim dimana Negara yang rezimnya sudah tidak disukai Amerika, untuk menggoyang.” Beliau menambahkan bahwa modus yang ditempuh Wikileaks penuh rekayasa dan menghalalkan segala cara. Salah satunya adalah dengan metode viktimisasi yang mengesankan pendiri Wikileaks sebagai sosok tertindas dan paling diburu Amerika. Padahal faktanya sampai sekarang pendiri Wikileaks masih aman-aman saja. “Jadi mereka mau mengesankan kepada publik terlebih dahulu bahwa Jullian Assange diblame, dicap sebagai orang yang ditindas karena membocorkan informasi, agar Jullian Assange dan Wikileaks tidak lagi dicurigai informasinya tidak akurat. Dengan dia diburu oleh pemerintah Swedia dan kemudian Amerika pura-pura ikut. Tapi sampai sekarang tidak pernah ditindak, bahwa Amerika akan melakukan tuntutan hukum kepada Jullian Assange tidak pernah ketahuan sampai sekarang, gertak sambal itu. Dengan memposisikan sebagai korban tanpa reserve terlebih dahulu nantinya orang akan mendukung, ini yang terjadi dengan Wikileaks sekarang. Apa pun yang dikeluarkan oleh Wikileaks orang sudah tidak mempertanyakan lagi, karena menganggap Wikileaks ini bertentangan dengan Amerika, bertentangan dengan negara-negara barat tapi tidak ada satu pun informasi yang keluar mengenai Israel,” pungkasnya. Kini, jelaslah sudah hubungan dan kaitan antara Wikileaks, agen BIN, dan konspirasi zionisme Israel untuk menghancurkan gerakan Islam. Waspadalah, Waspadalah…! Komite tersebut sempat membuat heboh dengan perayaan kemerdekaan Israel. “Lha antek Amerika dan antek Zionis Israel memang suka menebar fitnah dan issue demi uang,” kata Munarman. Maka ia pun mempertanyakan patriotisme dan nasionalisme Yahya. Soalnya karena Yahya telah menyampaikan informasi ke kedutaan, maka sama saja pengkhianat negara. “Pengkhianat kepada negara harusnya dihukum,” ujar Munarman. FPI, kata Munarman, juga mempertanyakan tentang bocoran WIkileaks. “Sampai saat ini, tidak pernah ada bocoran kawat diplomatik tentang Israel, kalau kita lihat pola yang ada di Wikileaks maka mereka selalu mengambil sumbernya dari kawat diplomatik kedutaan Amerika di seluruh dunia, baik itu Indonesia, Malaysia, hampir semua Negara pernah dibocorkan oleh Wikileaks dan itu sumber satu-satunya adalah kawat diplomatik yang merupakan laporan diplomat-diplomat Amerika kepada Washington. Namun kita harus melihat dengan jernih, belum pernah ada bocoran kawat diplomatik oleh kedutaan Amerika di Tel Aviv, Israel. Jadi tidak pernah ada penilaian oleh diplomat Amerika terhadap kondisi Israel yang dibocorkan oleh Wikileaks. Ini adalah sebuah fakta yang harus menjadi perhatian. Dari sini sesungguhya kita bisa melihat sebetulnya fungsi dari Wikileaks adalah membuat destabilisasi di rezim-rezim dimana Negara yang rezimnya sudah tidak disukai Amerika, untuk menggoyang. Ini ada pemanfaatan. Jadi, bisa saja ketika pendiri Wikileaks Julian Assange didakwa memperkosa dan sebagainya itu adalah sebuah skenario, karena di dalam gerakan zionis internasional, para tokohnya diperankan diburu dan tertindas. Jadi, mereka ingin mengesankan kepada publik bahwa tokoh mereka ditindas, sebagaimana Julian Assange yang dikejar dan di cap sebagai orang yang ditindas karena telah membocorkan informasi. Itu agar Julian dan Wikileaks tidak lagi dicurigai. Terbukti Amerika sampai saat ini juga tidak melakukan apapun kepada Julian Assange. Jadi ini memang pola mereka. Ini taktik khas geraka zionisme internasional, yakni memberi kesan bahwa mereka adalah korban. Jadi, apa yang keluar dari Wikileaks langsung saja diterima dan tidak dipertanyakan lagi. Sekali lagi, kalau kita perhatikan hingga saat ini Wikileaks tidak pernah membocorkan kawat rahasia tentang Israel! Ini khas betul sebagai sebuah gerakan zionis internasional.
Sehubungan dengan santer pemberitaan berbagai Media Massa, bahwasanya Wikileaks membocorkan Dokumen Rahasia Amerika Serikat yang bersumber dari Telegram Rahasia Kedubes AS di Jakarta ke Gedung Putih di Washington DC, yang pokok isinya antara lain :
Bahwa FPI didanai oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Bahwa pada awalnya FPI ingin dipersepsikan oleh diplomat AS sebagai “Attack Dog” (Anjing Penyerang) Polri.
Bahwa Mantan Kapolri Sutanto yang kini menjadi Kepala BIN adalah salah seorang Donatur FPI, sekaligus yang mendanai FPI melakukan serangan ke Kedubes AS di Jakarta pada Februari 2006.
Bahwa FPI diperalat oleh Polri untuk melakukan serangan ke Kedubes AS di Jakarta pada Februari 2006, sekaligus dijadikan tameng agar Polri terhindar dari tuntutan HAM.
Bahwa Polri menghentikan pendanaan FPI setelah serangan ke Kedubes AS di Jakarta untuk menghindar dari tanggung-jawab.
Bahwa mantan Kapolda Metro Jaya, Nugroho Djayusman, telah ikut berperan mengatur penyerahan aktivis FPI ke Polda Metro Jaya pasca penyerangan Kedubes AS di Jakarta pada Februari 2006.
Bahwa Polri tidak berhasil membina FPI dan gagal menjadikan FPI sebagai “Attack Dog”, sehingga FPI menjadi “Monster” yang menakutkan masyarakat.
Bahwa sumber semua informasi di atas ke Kedubes AS di Jakarta adalah laporan rahasia Yahya Seqof yang mengaku sebagai salah seorang pejabat senior BIN.
Bahwa Yahya Seqof memberi peringatan kepada pejabat Kedubes AS di Jakarta tentang ancaman serangan FPI ke Kedubes AS pada Februari 2006.
Bahwa Yahya Seqof mengaku punya kedekatan khusus dengan sejumlah petinggi FPI sehingga tahu banyak informasi tentang FPI.
Maka untuk meluruskan informasi dan sekaligus melindungi masyarakat dari penyesatan opini yang dilakukan musuh-musuh Islam dengan menggunakan berbagai media cetak mau pun elektronik, dengan ini DPP – FPI menyatakan sebagai berikut :
Bahwa FPI adalah Ormas Islam yang berasaskan Islam dan beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, serta bertujuan untuk melaksanakan Da’wah, menjalankan Hisbah dan menggelorakan Jihad untuk penerapan Syariat Islam secara Kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiyyah demi meninggikan Kalimat Allah SWT dengan semata-mata hanya mencari Ridho Allah SWT.
Bahwa dalam rangka merealisasikan visi misi FPI tersebut di atas, maka FPI sebagai bagian dari bangsa Indonesia selalu berupaya menjalin hubungan baik dengan semua pihak secara profesional dan proporsional, khususnya dengan para pengambil kebijakan dari kalangan Eksekutif, Legislatif mau pun Yudikatif, agar lebih melancarkan fungsi FPI sebagai Ormas dalam melakukan pengawasan dan memberi masukan untuk kebaikan bangsa dan negara.
Bahwa ISI Laporan Wikileaks tentang FPI adalah bohong besar dan merupakan fitnah keji, karena FPI sejak berdirinya hingga kini tidak pernah didanai oleh Polri mau pun BIN atau pun institusi pemerintah lainnya, dan FPI bukan “Anjing Peliharaan” siapa pun, bukan alat pihak mana pun, bukan budak pejabat, bukan monster musuh rakyat, akan tetapi FPI merupakan Ormas Independen dan Mandiri dalam setiap langkah perjuangannya yang senantiasa menjadi PELAYAN UMAT dan PEMBELA AGAMA.
Bahwa Aksi Laskar Pembela Islam (LPI) salah satu anak organisasi FPI ke Kedubes AS di Jakarta pada Februari 2006 adalah murni sebagai bentuk protes keras terhadap keberadaan PATUNG NABI MUHAMMAD SAW di Gedung Mahkamah Agung AS, bukan rekayasa atau pesanan Polri mau pun BIN. Dan kasus tersebut sudah diproses secara hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, serta Panglima LPI Ust. M. Machsuni Kaloko telah menjalani hukuman penjara selama setahun.
Bahwa sudah semestinya pemerintah RI melakukan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang menyebarluaskan berita bohong karena telah melecehkan dan memfitnah dua institusi penting negara yaitu Polri dan BIN.
Bahwa pemerintah harus segera memanggil Duta Besar AS di Jakarta untuk dimintai keterangan, sekaligus tidak ragu untuk menyampaikan Nota Protes Diplomatik secara resmi ke Gedung Putih, bahkan Pemutusan Hubungan Diplomatik dengan AS jika diperlukan untuk menjaga kehormatan bangsa dan negara RI.
Bahwa apabila Dokumen Rahasia AS tersebut benar berasal dari informasi Yahya Seqof yang mengaku sebagai pejabat senior BIN, maka Polri dan BIN harus segera memanggil, memeriksa dan menahan Yahya Seqof karena telah menjual informasi ke pihak asing, sekaligus telah melecehkan institusi penting negara yaitu Polri dan BIN, serta melakukan upaya adu domba antara pemerintah dengan Ormas, bahkan antara Indonesia dengan AS.
Bahwa Yahya Seqof memiliki putera yang bernama Hani Yahya Seqof ikut terlibat dalam pendirian The Indonesia Israel Public Affairs Comitte (IIPAC) dengan menggunakan nama alias HANS SAGOV di bawah pimpinan Benjamin Ketang sebagaimana tertera dalam AKTA PENDIRIANNYA pada Notaris Nirmawati Marcia SH di Jakarta tertanggal 21 Januari 2002.
Bahwa Lembaga IIPAC yang didirikan Hani Yahya Seqof alias HANS SAGOV dan kawan-kawan adalah panitia HUT Israel yang dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi pada tanggal 14 Mei 2011 di suatu tempat di pinggiran kota Jakarta dengan menggunakan Surat Keterangan Domisili No : Reg. N. 470 / / 35.11.2003 / 2010 di Desa Tamansari Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember yang ditandatangani Kades Hadi Supeno tertanggal 25 Agustus 2010.
Bahwa diserukan kepada segenap Gerakan Islam di Indonesia agar merapatkan barisan dan menyatukan kekuatan untuk menghadapi Gerakan Ekstrimis Zionis dan Salibis Internasional yang menghalalkan segala cara dalam menghancurkan Islam dan umatnya, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap Operasi Intelijen musuh Islam, sekaligus melakukan Operasi Kontra Intelijen secara cermat, cepat dan tepat serta selamat di Dunia dan Akhirat.
Demikianlah penjelasan dan penegasan DPP-FPI untuk diketahui publik secara luas agar terhindar dari jebakan dan perangkap adu domba melalui perang opini yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Akhirnya, FPI menyerukan segenap umat Islam untuk bangkit melawan segala bentuk kezaliman.
Allahu Akbar !.....................Allahu Akbar !................Allahu Akbar !

Film-Film Amerika, Propoganda Pro Yahudi, Anti Islam, dan Ketidaksadaran Sebagaian Besar Warga Muslim

ABDULLAH MOHAMMAD SINDI

Abdullah Mohammad Sindi , a native of Saudi Arabia, lives and works in California. He received bachelor's and master's degrees from California State University, Sacramento. In 1978 Sindi received a doctorate in international relations from the University of Southern California. He has also studied at the University of Grenoble (France), the University of Poitiers in Tours (France), the University of Liege (Belgium), and at Indiana University (Bloomington). He also conducted research at the United Nations Institute for Training and Research (New York).In Saudi Arabia Sindi served as a professor at the Institute of Diplomatic Studies (Jeddah), and as an assistant professor at King Abdulaziz University. In the United States he has taught at the University of California, Irvine, California State University in Pomona, Cerritos Junior College, and Fullerton Junior College.

This essay is adapted from the first chapter of his new book, The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions (Oct. 1999).

Unquestionably the most powerful molder of opinion in the world today is the American global media, and especially the Hollywood motion picture industry. Ever since Zionist Jews forcibly established the State of Israel on the land of Arab Palestine in 1948 (with a great deal of American help), and as Arabs and Israelis have struggled for control of this land in the years since, Hollywood and the rest of American mass media have carried out a campaign to disparage Arabs and tarnish their image.

American motion pictures and television - which have promoted negative images of non-Caucasians, including Native Americans, African-Americans, Hispanic-Americans, and Asian-Americans - since the 1950s have singled out Arabs and Muslims, more often than any other ethnic-religious group, as objects of hatred, contempt, and derision. (Because Arabs are the world's most numerous Semitic group, this hostility against them is literally anti-Semitic.)

'Villain of Choice'

In American television, writes Professor Shaheen, "the villain of choice today is the Arab." He also says: "To be an Arab in America today is to be an object of contempt and ridicule by television under the guise of entertainment. To me this antiArab image on entertainment manifests itself in the politics of America."l

Misconceptions

This media campaign fosters numerous misconceptions about Arabs and their prevailing religion, Islam. For example, although Arabs have lived for centuries in thriving metropolitan centers such as Rabat, Algiers, Alexandria, Cairo, Damascus, Jerusalem, Beirut, Mecca (Makkah) and Baghdad, and have built complex, civilized societies across the Arab world, as well as in Europe's Iberian Peninsula, many Westerners have been persuaded to believe that Arabs are typically uncultured normads who live in desert tents.

Similarly, while many Americans regard OPEC - the Organization of Petroleum Exporting Countries - as synonymous with Arabs and the Arab world, and while the US media routinely blames Arabs whenever OPEC decides to raise oil prices, in fact six of the 13 OPEC member states are not Arab.

Also typically, American television and motion pictures often depict Arabs and Muslims, uniquely, as religious bigots, lacking any tolerance for the religious sensibilities of others. In fact, for much of history, Islam has been more tolerant of Christianity (and of Judaism) than vice versa. Moreover, it was Jewish Zionists who established Israel, in the "promised land" of Palestine, as a state exclusively for the "chosen people."

While the Arabic Word "Allah" is often invoked in American films in a way designed to evoke derision and cynicism, conjuring an image of some weird pagan deity, in fact "Allah" is simply the Arabic word for God. Not only Arab Muslims, but Arab Christians and even Arab Jews, use this Word as their term for God.

Although officially classified by US government agencies as "White" or "Caucasian," Arabs (and particularly Arab men) are sometimes depicted in American television and movies as Negroid blacks, reinforcing a derogatory image of Arabs as so-called "sand niggers."

"Terrorists" are active all over the world, in countries as diverse as Britain, Italy, Ireland, Russia, Germany, Spain, Japan, Israel, and the United States. (The terrorist record of the Jewish Defense League, for example, is well documented. In 1985 the FBI named the JDL as the second most active terrorist groups in the US.)2 However, Hollywood has done much to encourage Americans to associate "terrorists" with Arabs (especially Palestinians), and Muslim "militants".

Arab Takeover?

Highly-publicized Arab purchases of some US corporations in the 1970s and 1980s set off hysterical cries in this country's periodical press and electronic media about the danger of Arabs allegedly "buying up" America. In reality, these purchases were unexceptional, no different than numerous other cross-border investments carried out routinely around the world over the last century. Actually, during the 1980s Canada, Britain, Germany, France, the Netherlands, Switzerland and Japan accounted for nearly 90 percent of direct foreign investment in the US. Direct foreign investment from OPEC member countries, the US Department of Commerce reported, accounted for less than one percent of the total.3

Jewish Power in Hollywood

Negative images of Arabs in American motion pictures are hardly surprising given the major role played by Jews and other supporters of Zionism in Hollywood. In his 1988 study, An Empire of Their Own: How the Jews Invented Hollywood, Jewish author Neal Gabler shows that Jews established all of the major American film studios, including Columbia, Metro-Goldwyn-Mayer, Warner Brothers, Paramount, Universal, and Twentieth-Century Fox. The American film industry, writes Gabler,4 was founded... and operated by Eastern European Jews... And when sound movies commandeered the industry, Hollywood was invaded by a battalion of Jewish writers, mostly from the East. The most powerful talent agencies were run by Jews. Jewish lawyers transacted most of the industry's business and Jewish doctors ministered to the industry's sick. Above all, Jews produced the movies... All of which led F. Scott Fitzgerald to characterize Hollywood carpingly as "a Jewish holiday, a gentiles [sic] tragedy."

So rapidly did Jews come to dominate Hollywood that as early as 1921 Henry Ford's Dearborn Independent was moved to fulminate that American motion pictures are5

Jew-controlled, not in spots only, not 50 percent merely, but entirely; with the natural consequence that now the world is in arms against the trivializing and demoralizing influences of that form of entertainment as presently managed ... As soon as the Jews gained control of the "movies," we had a movie problem, the consequences of which are not yet visible.

In his detailed 1994 study, Sacred Chain: A History of the Jews, New York University professor Norman F. Cantor, pointed out that Hollywood film production and distribution was "almost completely dominated in the first 50 years of its existence by immigrant Jews and is still dominated at its top level by Jews ... The last Gentile bastion in Hollywood, the Disney studio, came under Jewish executive leadership in the early 1990s."6

Jewish historian and journalist Jonathan J. Goldberg, makes a similar point in his 1996 survey, Jewish Power: Inside the American Jewish Establishment. He writes:7

... Jews are represented in the media business in numbers far out of proportion to their share of the population ... In a few key sectors of the media, notably among Hollywood studio executives, Jews are so numerically dominant that calling these businesses Jewish-controlled is little more than a statistical observation.

Hollywood at the end of the twentieth century is still an industry with a pronounced ethnic tinge. Virtually all the senior executives at the major studios are Jews. Writers, producers, and to a lesser degree directors, are disproportionately Jews - one recent study showed the figure as high as 59 percent among top-grossing films.

The combined, weight of so many Jews in one of America's most lucrative and important industries gives the Jews of Hollywood a great deal of political power. They are a major source of money for Democratic candidates. The industry's informal patriarch, MCA chairman Lew Wasserman, wields tremendous personal clout in state and national politics...

Hollywood's Jewish executives greeted the founding of Israel in 1948 with ecstasy One Jewish film executive, Robert Blumofe, later recalled the euphoric mood of the time: "And suddenly Israel, even to the least Jewish of us, represented status of some sort. It meant that we did have a homeland. It meant that we did have an identity ... All of this was terribly, terribly uplifting."8

In the decades since, Hollywood has presented an image of Arabs that is often cruel and barbaric. Manifesting its support for Israel, and its opposition to the Arab and Muslim worlds, which have strongly opposed the invasive Zionist state, Hollywood developed a cinema genre around the Arab-Israeli conflict. In this spirit, Hollywood has produced numerous "good guy/bad guy" films over the last 50 years, simplistically portraying heroic and righteous Israeli Jews prevailing against treacherous and barbaric Arabs. During the 1960s alone, at least ten such major Hollywood films were produced.9

In such films, Israeli Jews and their American friends are frequently played by popular and good-looking Jewish-American actors such as Paul Newman, Tony Curtis, and Kirk Douglas, as well as handsome non-Jewish actors such as Yul Brynner, John Wayne, Jane Fonda, Frank Sinatra, Charlton Heston, George Peppard, Rock Hudson, Sal Mineo, and Arnold Schwarzenegger. Arabs, predictably, are routinely portrayed as and cruel, cynical, and ugly.

During a publicity interview for her 1981 film "Rollover" (in which "the Arabs" destroy the world financial system), actress Jane Fonda, "the progressive leftist" of the 1960s, bluntly expressed her own bigoted view of Arabs: "If we are not afraid of the Arabs, we'd better examine our heads. They have strategic power over us. They are unstable, they are fundamentalists, tyrants, anti-women, anti-free press."10

It is not possible to recount here all of Hollywood's many anti-Arab or anti-Muslim pictures over the last several decades, but here are some representative productions:

In "Exodus" (1960), brutal Arabs kill an attractive 15-year-old Jewish girl played by Jill Hayworth; in "Cast a Giant Shadow" (1966), Arabs leer and laugh as they shoot an Israeli woman trapped in a truck; in "Network" (1976, and winner of four Academy Awards), a crusading television news commentator warns that Arabs, "the medieval fanatics," are taking control of the US; in "Black Sunday" (1977) an Israeli plays the hero, while Arabs are the villains and terrorists who want to kill Superbowl spectators, including the President of the United States; in "The Delta Force" (1986), "Iron Eagle" (1986), and "Death Before Dishonor" (1987), Hollywood shows viewers how to deal decisively with the low-life, no-good, dirty Arab terrorists; in the Disney studio's animated film production, "Aladdin" (1992), the theme song brazenly refers to Arabia as barbaric ("It's barbaric, but hey, it's home"); in "True Lies" (1994), an Arab terrorist with nuclear weapons has to be stopped; in "Executive Decision" (1996) yet another group of Arab militants hijacks an American plane; and in "Kazaam" (1996), an Arab criminal and a black genie enjoy eating a "centuries-old Arab delicacy," a plate of goats' eyes.

More recent motion pictures with negative images of Arabs or Muslims include "Not Without My Daughter" and "The Siege". In "The Siege", Muslims wage a bombing campaign against innocent Americans. In response, federal authorities declare martial law and carry out mass arrests of Muslims and Arabs across the United States.11

Television

It is difficult to exaggerate the role played by television in shaping the mindset and outlook of the American people. Dr. George Gerbner, former Dean of the Annenberg School of Communications at the University of Pennsylvania, put it this way: "Television, more than any single institution, molds American behavioral norms and values. And the more TV we watch, the more we tend to believe in the world according to TV, even though much of what we see is misleading."12

Like the US motion picture industry, American television is dominated by Jews and supporters of Zionism. While American Jews constitute only about two or three percent of the US population,13 Irving Pearlberg, a Jewish-American television writer, maintains that no less than 40 percent of American television writers are Jewish.14 During the early 1990s, notes New York University professor Norman Cantor, "one TV network was already headed by a Jew (Laurence Tisch at CBS), and Jews are prominent executives and producers at the other two major networks as well."15

Ben Stein, Jewish-American author of The View From Sunset Boulevard , forthrightly acknowledged:16

A distinct majority, especially of the writers of situation comedies, is Jewish ... TV people have certain likes ... and dislikes ... and these likes and dislikes are translated into television programming. In turn, this problem raises the public acceptance of the favored groups and the public dislikes of the resented groups.

Given this reality, it is hardly surprising that one rarely, if ever, sees a Jewish or Israeli figure portrayed as a villain on American television. On the contrary, Israelis in particular and the Jews in general are routinely portrayed in the American mass media as heroic, insightful, sophisticated, witty, intelligent, compassionate, physically attractive, confident, humane, and successful.

On the other hand, like the Arab in Hollywood movies, the US television Arab is often physically unappealing, wealthy, stupid, sexist, crude, lazy, uncultured, cruel, rude, greedy, fanatical, antiAmerican, and anti-Christian. He is often portrayed as a terrorist, a plane hijacker, a polygamist, a sex-maniac, a hostage-taker, a murderer, a kidnapper of young blond-haired, blue-eyed women, an as an oil sheikh blackmailer, and oddly dressed (often in a red-checkered kuffiyyah headdress, or in ungainly gowns or robes).

News reporting on American television, as well as its presentations of history and other serious subjects, routinely has a distinctly pro-Israeli or pro-Jewish slant. This is understandable, of course, given the prominent role of Jews in television news departments, and the many Jews (often with obvious Zionist biases) employed as reporters, frequently covering the Arab-Israeli conflict or the Middle East generally.

Seldom does America's Zionist-oriented media fairly present the Arab or Muslim point of view, particularly on such issues as the plight of displaced Palestinians, oil polities, or the struggle against Western imperialism. For example, the Zionists who invaded Arab Palestine during the 1930s and 40s, are frequently (and misleadingly) referred to as "homeless" Jews. Similarly, Israeli military actions against Arabs over the last 50 years are routinely justified as acts of "retaliation" against Palestinian and Arab aggression or terrorism.

Whereas the Zionist-Jewish point of view is frequently presented on American television without challenge, the Arab or Muslim point of view (when is even adequately given) is often presented only together with a "balancing" Zionist-Jewish perspective.

In addition to producing films and programming that are supportive of Israel, and distorting the views and positions of Arabs and Muslims (especially with regard to the struggle against the Zionist occupation of Palestine), Hollywood and the American television networks effectively censor pro-Arab and pro-Muslim motion pictures and television programming. During the 1970s, for example, American motion picture theaters and television networks boycotted and "killed" a pro-Palestinian film produced by Vanessa Redgrave, the well-known British actress and leftist activist.

James McCartney, a veteran American journalist, once said what many Arabs and Muslims have thought for decades:17


It is my personal belief that if the media as a whole in the western world bad done an adequate job in reporting from the Middle East, it would not have been necessary for the Palestinians to resort to violence to draw attention to their case.

Christian Apologists

Many non-Jews also help promote a distorted pro-Zionist and anti-Arab portrayal of the past and present on American television. This is especially true of the Christian fundamentalist "televangelists" - such as Pat Robertson, Jimmy Swaggert, Jim Bakker, Jerry Falwell, and Oral Roberts - who have dominated America's "religious" broadcasting. These passionate defenders of Israel and Zionism show no sympathy for the plight of fellow Christians under Zionist rule, but even castigate Christian and Muslim Palestinians for resisting Zionist oppression and the Jewish subjugation of their historic homeland. This is not only tragic, but ironic in light of the fact that Israel treats the Christians (and Muslims) under its rule essentially as second-class citizens.

Such apologists for Israel often engage in gross distortions of history. For example, some Christian televangelists cite alleged massacres of Hebrews in ancient times (portrayed as the equivalent of modern Israelis) at the hands of the Assyrians (who are portrayed as the equivalent of modern-day Arab Syrians), and at the hands of the Babylonians (portrayed as the equivalent of modern-day Arab Iraqis). Ignored, however, is any mention of the numerous ancient Hebrew massacres of Philistines (the ancestors of today's Palestinians), as reported in the Hebrew Bible (Old Testament). In the Sixth Chapter of the book of Joshua, for example, we read as follows: "And they [Hebrews] utterly destroyed all that was in the city, both man and woman, young and old, and ox and sheep and ass, with the edge of the sword."18

Pervasive Negative Images

In his detailed study, The TV Arab, Arab-American scholar Jack G. Shaheen - professor emeritus of broadcast journalism at Southern Illinois University - documents pervasive negative imagery of Arabs by all American television networks, and by practically all leading newscasters and personalities working for them. For this book, Dr. Shaheen examined more than 100 popular television programs, totaling nearly 200 episodes, and interviewed numerous television executives, producers, and writers. American television, concludes Dr. Shaheen -including popular entertainment, comedy, drama, documentaries, news, and even sports and religious and children's broadcasting - across the board has, at one time or another, presented distorted and demeaning images of Arabs.

In addition to Hollywood movies and scripted television programming, viewers can also find "humorous" Arab bashing on live, unscripted television broadcasting, even by prominent TV personalities. To get a laugh from a television talk show audience, Merv Griffin (who is not Jewish) once brazenly equated Arabs with animals: "If you lie down with Arabs, [you] get up with fleas." Once, referring to traditional Arab dress and fashion, Jewish television comedienne Joan Rivers laughingly told her viewers: I can never tell if it's the wife or the husband because they're all in bedsheets." And Jewish comedian Alan King once disparagingly frowned when describing the traditional clothing of Sultan Qaboos of Oman, saying: "What the hell is he dressed up for? Oman's got eleven people and a goat."19

Even programming aimed at children has not been free of demeaning portrayals of Arabs. Among the popular animated cartoon characters who have fomented derogatory or hateful images of Arabs, Dr. Shaheen shows, have been Bugs Bunny, Yosemite Sam, Goofy, Woody Woodpecker, Popeye, Scooby-Doo, Heckle and Jeckle, Porky Pig, Plastic Man, Richy Rich, Pinky and the Brain, Animaniacs, and Duck Tales.

Pressing for Explanations

In interviews with American television executives, Dr. Shaheen pressed for an explanation for the hypocrisy and lack of decency and self-restraint in this pattern of Arab stereotyping on TV. Many of those questioned, he reports, were "embarrassed," and reluctantly acknowledged the widespread disparagement of Arabs, without, however, explaining the reasons for such prejudiced imagery.

Donn O'Brien, CBS vice president of broadcast standards, sheepishly admitted to Shaheen that he had never seen a "good Arab" on American television, and that Arabs are routinely presented as covetous desert rulers or as warmongers. "Arabs are rarely portrayed as good guys," acknowledged Frank Glicksman, a Jewish-American TV producer in Los Angeles. "I've never seen them portrayed as anything but heavies in melodrama. That, I feel, is unfair." Another Hollywood television producer, Don Brinkley, conceded: "The depiction of the Arab on television is generally horrendous." And George Watson, vice president of ABC News, admitted: "Arabs have not been seen to be as real, as close, or as tangible, either as individuals or as a group, as the Israelis ..."20

Not all television executives were as forthcoming, however. Jewish television producer Meta Rosenberg, for example, bluntly responded to Shaheen's inquiry by saying that she did not care about the Arabs, and considered the Arab-American community - which now numbers well over three million - to be "insignificant." Shaheen also contacted Norman Lear, one of America's most successful and influential television producers. Among his popular and innovative hit shows have been "All in the Family," and "The Jefférsons." In none of his numerous productions, Shaheen notes, has this Jewish executive ever presented a humane Arab. Lear simply refused to meet with Shaheen, answer any of his multiple letters, or even talk to him by phone.21

More than a few of those who work in the media, including some Jews, have expressed concern over the pattern of Arab bashing in American motion pictures and television. Journalist John Cooley, for example, acknowledged that "no other ethnic group in America would willingly submit to what Arabs and Muslims in general have faced in the United States media."22 Columnist Nicholas Von Hoffman, writing in the Washington Post , told readers that "no national, religious or cultural group... has been so massively and consistently vilified as the Arabs. Jewish writer Meg Greenfield, a veteran Washington Post columnist, expressed the view that "there is a dehumanizing, circular process at work here. The caricature dehumanizes ... [But the caricature] is inspired and made acceptable by an earlier dehumanizing influence, namely an absence of feeling for who the Arabs are and where they have been." And Steve Bell of ABC News said simply: "The Arab is no doubt a current victim of stereotyping not only on television, but throughout the mass media in the United States."23

High Price of Speaking Out

Although criticism of specific Israeli policies is permissible in the United States, it is more or less forbidden to express fundamental criticism of the Zionist state, of America's basic policy of support for Israel, or of the Jewish-Zionist grip on the US media or America's political and academic life. (Remarkably, this is in contrast to the situation in Israel itself, where Jews and even Arab citizens of the Zionist state have much greater freedom than Americans publicly to criticize Zionism and Israeli policies.)

Prominent persons who dare to violate this prohibition are immediately castigated as "anti-Semitic" (that is, anti-Jewish), and pay a heavy price in damage to their reputations or careers. Politicians who publicly speak out against America's support for Zionism risk almost certain political ruin. Among the political or governmental figures whose careers were destroyed because they violated the powerful taboo have been US Senators William Fulbright, Adlai Stevenson III, and Charles Percy, Congressmen Paul McCIoskey and Paul Findley, and Deputy Secretary of State George Ball.24

Thus, Marlon Brando was promptly and severely chastised after criticizing Jewish Hollywood producers and executives for promoting vicious racist stereotyping of minorities. Even though what the well-known actor had said during an April 1996 broadcast interview with Larry King was demonstrably true, a short time later Brando was forced to issue a craven apology.

Sometimes the price for speaking out is more severe than the defaming of one's reputation or the ruin of one's career. On October 11, 1985, Alex Odeh, the West Coast regional director of the American-Arab Anti-Discrimination Committee, was killed in a bomb blast when he entered his group's office in Santa Ana, southern California. The previous evening the Palestinian-born Odeh had appeared on a local news show to present an Arab perspective on the Arab-Israeli conflict. The FBI announced that the Jewish Defense League (JDL) was responsible for the murder of Odeh, and at least two other terrorist incidents. The three JDL associates who were suspected of carrying out the killing fled to Israel to avoid punishment. No one has ever been tried for the murder of Alex Odeh.25

Hate Crimes

Unlike other minority groups in the United States, Arab-Americans have had to endure hostility not only from ignorant and prejudiced individuals, but in addition from powerful Jewish-Zionist elements in the mass media.

For one thing, television and print journalists often identify Arab-Americans or Muslim-Americans who are suspected of crimes by their ethnic or religious origin, a practice that incites already latent public prejudice and hatred. Thus one can find newspaper reports with headlines such as "Arabs Battle Police" or "Muslims are Arrested." Non-Arab criminal suspects are rarely, if ever, similarly identified by ethnic or religious origin.

Whenever acts of terrorism take place against the US or Israel, or the US or Israel is involved in military conflicts with Arab countries or groups, ordinary Arab-Americans become victims of hate.

As a result of the US-led military action against Iraq in late 1990 and January 1991, for example, hate crimes against Arab-Americans and Muslim-Americans, including arson, bombings, and assaults, tripled.26 Incidents of harassment and physical attacks against Arab-Americans similarly increased across the country in the wake of the February 1993 bombing of the World Trade Center in New York City, and of the April 1995 Oklahoma City federal building bombing. Arab-Americans were targeted as if they were personally responsible for these terrorist attacks.

Immediately following the Oklahoma City bombing, some reporters, such as CNN's Wolf Blitzer, accused Arabs of this act of terrorism. Similarly, CBS newswoman Connie Chung declared: "US government sources told CBS News that [the bombing] has Middle East terrorism written all over it."27 Even after Timothy McVeigh was arrested and indicted for the Oklahoma City bombing, New York Times columnist A. M. Rosenthal baldly asserted that "most other attacks against Americans came from the Middle East."28

As a result of such hasty and false accusations, in the wake of the Oklahoma City bombing there were 227 reported incidents of hostility, both violent and non-violet, against Arabs and Muslims across the US.29 Men and women of Arab origin were insulted, threatened, cursed, picketed, spat on, and, in a few cases, physically attacked. Vandals broke into homes of Arab-Americans and destroyed property. Other hoodlums vandalized Arab-American businesses and other properties, spray-painting hateful slogans such as "Why don't you terrorists go back to your own country," "Get out of America," `You're not Americans," `You dirty Arabs," `You don't belong here," "Go back home," and `You will pay for this."30

In 1997, reports the Council on American-Islamic Relations (Washington, DC), there were 280 incidents of anti-Muslim violence, discrimination, stereotyping, bias and harassment last year in the United States. This is an increase of 18 percent in such incidents over the previous year.31 The full scope of the and anxiety, fear and humiliation endured by individual Arab-Americans is obviously impossible to measure, but unquestionably many individual Arab-Americans have suffered in their personal, social, and professional lives, particularly if they are immigrants or first-generation citizens who (like this writer) speak English with an accent.32

Some Arab-Americans have chosen to endure such bigotry and prejudice in silence. Others have responded by returning to their countries of origin, or by denying or concealing their heritage. Quite a few have "Americanized" or "Westernized" their first and last names, in an effort to «pass" as southern- or eastern-Europeans. Early in his career acclaimed motion picture actor F. Murray Abraham (who received an "Oscar" for his role in "Amadeus"), sought to escape prejudice by hiding his Arab identity.

Ominous Implications

Summing up the deplorable situation, Professor Shaheen has stated:33

Because Arabs and Arab civilization are held in contempt by many in Hollywood, many Americans and their political representatives have few if any positive feelings about Arabs. Their impressions are based in part on the clouded image of the TV screen ... Stereotyping tends to be self-perpetuating, providing not only information but ... "pictures in our heads." These pictures of Arabs reinforce and sharpen viewer prejudices. Television shows are entertainment, but they are also symbols ... A villain is needed in [television and motion picture] conflicts that pit good against evil. Today's villain is the Arab... depicted as the murderous White-slaver, the dope dealer, the fanatic ... To make matters worse ... America's TV image of the Arab is marketed throughout the world ...

Non-Jewish Americans are also victims of the Jewish-Zionist grip on America's motion picture and television industries, propagandistically manipulated by alien interests that foment artificial distrust and enmity between peoples who, objectively, have no conflicting interests.

The hostility and prejudice against Arabs and Muslims engendered by Hollywood and US television infects not only tens of millions of Americans, but also hundreds of millions of credulous viewers worldwide. Such noxious propaganda over a period of decades inevitably has grave long-term consequences. This flood of ethnic-religious poison under standably produces deep resentment among hundreds of millions of Arabs and Muslims around the globe - creating a vast and growing reservoir of resentment and rage that one day will almost certainly erupt with terrible fury.

Selasa, 18 Oktober 2011

Jurus-Jurus Yang Perlu diwasapadai sebagai bagian dari proyek kristenisasi.

Berikut ini kita informasikan jurus-Jurus Kristenisasi Yang Perlu diwaspadai:


Pria Kristen Mengawini Muslimah dan Menghamilinya Dulu


Kawin antar-agama merupakan salah satu cara kristenisasi yang sudah banyak diketahui. Mereka rayu pemudi Muslim yang tipis iman, sehingga mereka makin jauh dari agama, lalu menikahinya, baru kemudian memurtadkannya. Waspadalah, pesan Alloh dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah: 109, "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman..." Juga Al-Baqarah: 120, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka."





Plesetan Al-Quran





Al-Quran, sebagai tuntunan hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai sarana kristenisasi. Tentu saja bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu. Salah satunya adalah The True Furqan, yang sempat beredar di internet dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei lalu. Dalam Al-Quran buatan Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama Al-Iman, At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji Yesus.



Selain ada Al-Quran palsu, juga bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. "Cara ini yang sekarang paling banyak terjadi. Pemberian Supermie atau bantuan uang sudah tidak manjur lagi," tutur Abu Deedat.



Kenapa cara itu ditempuh? Dalam wawancara dengan majalah Jemaat Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad Nurdin —Muslim murtad— menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. "Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian disalurkan kepada umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati seperti untuk Suradi dan Poernama," ujarnya. Dua nama terakhir adalah pendeta yang divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena menghina agama Islam.



Buku-buku Nurdin laku keras. Dalam tiga tahun, 5000 eksemplar ludes. Hasilnya, menurut penuturan Wakil Gembala Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI) Rawamangun Jakarta ini, banyak orang Islam yang akhirnya menerima Yesus alias murtad. "Bahkan ada yang menjadi penginjil."



Contoh buku karangan Nurdin adalah Ash-Shadiqul Masdhuq (Kebenaran yang Benar), As-Sirrullahil Akbar (Rahasia Allah yang Paling Besar), dan Ayat-ayat Penting dalam Al-Quran.



Selain buku, juga bermunculan brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat. Judul yang dipilih pun seolah-olah Islami.



Misalnya "Allahu Akbar Maulid Nabi Isa as", "Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil", dan "Siapakah yang Bernama Allah itu?" Bertebaran pula stiker kaligrafi Arab yang isinya pujian kepada Yesus.



Buku dan brosur itu diterbitkan oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan Christian Center Nehemia Jakarta, Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah (YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat kepada Shiraathal Mustaqiim.



Anak-anak sekolah juga menjadi sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah mendapat surat berisi komik anak-anak dari sebuah lembaga yang menamakan diri Klab17. Di bagian awal, komik itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di bagian akhir ada pernyataan, "Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai juruselamat saya."




Mengaku Mantan Haji



Bidang kesehatan juga dibidik. Ini antara lain dialami keluarga Hartono, warga Kupang, Surabaya. Istrinya, Jam'iyah, sakit dan dirawat di RS RKZ Surabaya. Biaya yang harus dikeluarkan selangit sehingga Hartono yang cuma bekerja sebagai mandor kontraktor kebingungan. Datang misionaris menawarkan bantuan biaya pengobatan. Namun ada syaratnya: masuk Kristen. Hartono terpikat. Suami istri itupun akhirnya menjadi penganut Kristen.



Cara yang cukup sulit diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat atau kebiasaan komunitas Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang menyanyikan puji-pujian kepada Yesus.



Hal serupa juga dilakukan jemaat Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai sajadah, dan mendendangkan qasidah.



Duta-duta Injil (begitu kalangan Kristen menyebutnya —red) juga berani mengaku sebagai mantan ustadz, bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti itu direkam dalam kaset dan diedarkan di tengah masyarakat.



Misalnya di Cirebon, murtadin Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian itu palsu.



Ada lagi Ev Hj Christina Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu Nonot, pemberita Injil dengan memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir Koja, Bandung. Mengaku pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji. Menurut penuturan Sumarsono, mantan suaminya, Sutini tidak pernah belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak pernah shalat. Memang dia pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji tetapi menjadi TKW.



Banyak lagi kaset-kaset yang berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya kesaksian HA Poernama Winangun alias H Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F Intan Duana, dan Ev Paulus Marsudi.




Sekolah dan Tawaran Kerja



Biaya sekolah yang kian mahal juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum Muslimin. Mereka mendirikan sekolah (yang seolah-olah) Islam, seperti Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang dikelola Yayasan Misi Global Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos Jakarta, yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.


Lapangan kerja juga menjadi lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan misionaris Robert Antony Adam dan Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika Serikat yang terang-terangan mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123 orang Minang, dengan bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry Unit (GPFU). Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun silam, menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala, dan kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau dapat gratisan, bisa saja. "Asal masuk Kristen," ujar Masrizal, aktivis dakwah di Pesisir Selatan. Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan karena terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.


Kasus serupa terjadi di Bekasi. Bulan April lalu terbongkar praktik kristenisasi berbungkus lapangan kerja. Sekitar 50 orang Muslim asal Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan dipekerjakan dan diberi beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. "Tapi setelah sampai di sini, mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta Edi Sapto," ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam acara konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.



Warga Muslim itu disekap, didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka juga diwajibkan memelihara babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas tanah seluas 5 hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu digerebeg warga dan aparat.



"Dukungan" Tokoh Muslim Liberal



Proyek kristenisasi ternyata mendapat `dukungan' dari beberapa orang yang sering disebut cendekiawan Muslim. Tokoh-tokoh ini memperkenalkan paham liberalisme dan pluralisme yang kerap mengusung slogan `membangun dunia baru', dengan penyatuan agama dan melepaskan fanatisme agama. Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA. Gagasan pluralnya antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia. Di situ Said Agil menulis bahwa KOS tidak berbeda dengan Islam. Secara al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam yang harus disembah. Secara al'uluhiyyah, telah mengikrarkan Laa ilaha ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan ketauhidannya. Jadi dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak jauh berbeda dengan Islam. Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika dalam Islam (Sunni) kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui Muhammad) dalam bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma (tajassud) dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus). Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk dalam teologi Islam. "Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk penghancuran aqidah," timpal Abu Deedat.



Tokoh lainnya adalah DR Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman, Cak Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa Almasih menyebut kitab Injil sebagai Perjanjian Baru berdampingan dengan kitab Taurat yang mereka sebut sebagai Perjanjian Lama. Kaum Yahudi tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya, menolak ide Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran mengakui keabsahan keduanya sekaligus. Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat menyebut pendapat Cak Nur itu sebagai upaya pendangkalan aqidah. "Para pengikut Nabi Isa as (kaum Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab Perjanjian Baru. Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab Perjanjian Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah Perjanjian Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat bertentangan dengan ajaran Nabi Isa itu sendiri," katanya.



Selain kedua tokoh di atas, Abu Deedat juga memasukkan Alwi Shihab sebagai tokoh pluralis. Sementara Adian Husaini dalam Islam Liberal menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen Universitas Paramadina (Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi As-Syaukanie), dosen UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali, Nasaruddin Umar), dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan Islam Liberal.



Menurut Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI, melalui pluralisme, ummat Islam diprovokasi agar melapaskan aqidahnya. Tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk mengakui bahwa agama Kristen juga benar. "Teologi pluralis sebenarnya adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan dengan imbauan Paus Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan," ujarnya.



Kaum Kristen juga tak segan-segan "menyerang" tokoh-tokoh Muslim yang dikenal sebagai pejuang tegaknya syariat Islam. Misalnya KH Kholil Ridwan (Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia) dan KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan As-Syafiiyah, Jakarta).



Sekitar 5 bulan lalu, keduanya mendapat kiriman brosur dari STT Apostolos. "Isinya tidak secara langsung mengajak kepada agama Kristen, namun mengajak saya agar masuk ke dalam Apostolos. Itu artinya Apostolos mengajak saya untuk masuk ke dalam agama Kristen," kata Abdul Rasyid.



Abdul Rasyid segera melaporkan kejadian itu kepada aparat, sebab cara itu sudah melanggar ketentuan hukum, yakni larangan mengajak ummat suatu agama untuk masuk ke agama lain. Kemudian ada pemberitahuan dari aparat bahwa pihak Apostolos melalui Pdt Yusuf Roni membantah telah mengirim surat dan brosur itu.



"Terlepas dari benar tidaknya bantahan itu, yang jelas apa yang saya alami merupakan indikasi bahwa sasaran kristenisasi tidak hanya kalangan akar rumput, tapi juga ulama dan tokoh masyarakat," ujar Abdul Rasyid.

Dalam Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, "Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu."


Yerikho 2000 dan Doa 2002



Misi Kristen di Indonesia didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar, di antaranya melibatkan konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos Grup Lippo). Seperti terungkap di majalah Fortune (16 Juli 2001), James berencana membangun seribu sekolah di desa-desa miskin di Indonesia. James bekerjasama dengan Pat Robinson (misionaris dunia) juga akan mendirikan organisasi jaringan umat Kristiani. Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung cita-cita besar James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo, belanja di Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke RS Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan Asuransi Lippo.



Indonesia memang akan dijadikan pusat perkembangan Kristen di Asia Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae dari The Lord Familly Church Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission Singapore dan Galilea Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni 1998). Sejauh mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang pasti, data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari 90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999).



Keberhasilan itu berkat kerja keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62 misionaris asing, dan 421 misionaris lintas kultural (data dari Operation World 2001 yang dihimpun India Missions Association, Japan Evangelical Assocation, dan Korea Research Institute for Missions).



Salah satu lembaga yang gencar melaksanakan kristenisasi adalah Doulos World Mission (DWM). Saat ini DWM sedang melaksanakan Proyek Yerikho 2000, yaitu program pengkristenan wilayah Jawa Barat, dengan sentra kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.



Proyek ini bertujuan "mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan menyongsong abad XXI". Menurut Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah "paling gelap" di Indonesia dan sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis DWM bertekad, "Kita harus merebut tanah Pasundan bagi Kristus."



Yerikho 2000 juga digerakkan di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM berada di kawasan Rawamangun (Jakarta Timur) dan Tangerang (Banten).



Program lainnya adalah Doa 2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19 Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002. Secara khusus program ini menyebut beberapa komunitas Muslim sebagai objek kristenisasi. Di antaranya adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu Riau, Betawi, Aceh, Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda, dan Papua. Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa Bangsa-Bangsa yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.



Muslim Betawi misalnya, harus didoakan oleh segenap orang Kristen pada tanggal 9 November 2001 lalu. Itu perlu dilakukan agar hati Bapa mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain itu, agar Bapa mengutus duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan kesenian Betawi, literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan wanita.



Secara khusus, orang Kristen mendoakan Presiden Megawati dan beberapa pemimpin dunia. Harapannya, agar Megawati (dan para pemimpin) mendapat pewahyuan tentang Ketuhanan Yesus dan keluarganya datang mengenal Kristus.



Duta-duta Injil juga sedang menggencarkan ritual Doa 5 Patok. Yakni meningkatkan doa 5 kali sehari dengan pelaksanaan minimal 30 menit lebih awal sebelum waktu shalat (bagi orang Islam). Tujuannya adalah untuk mengadakan penghadangan ruhani sekaligus pembersihan atmosfir ruhani agar kaum Muslimin dapat menerima Yesus.



Ritualnya dilaksanakan sebelum waktu shalat ummat Islam, yakni subuh (mulai 03.15-selesai), pagi (10.30-selesai), siang (14.00-selesai), sore (17.00-selesai), dan malam (18.00-selesai). Pada Kamis malam, dilakukan doa semalaman dan peperangan ruhani sambil berkeliling kota/lokasi tertentu. Awas, hati-hati!• (ahmad, dodi nurja, amz, pam)

Abu Deedat Shihabuddin MH, Ahli Kristologi, Menyadarkan Ribuan Orang Yang Belum Mengenal Islam

Sebagai seorang kristolog, ustadz yang biasa dipanggil Abud oleh rekan-rekan seprofesinya itu, memang bukan hanya menguasai disiplin ilmu tentang agama Kristen secara mendalam. Tapi ia juga banyak tahu tentang seluk-beluk dan kiprah licik para misionaris Kristen dalam memurtadkan kaum Muslimin.




Maklum, pria berkaca mata tebal ini sering menangani berbagai kasus pemurtadan di berbagai daerah, baik berupa advokasi maupun terapi langsung. Selain itu Abud juga kerap melakukan investigasi langsung ke 'garis belakang' untuk memperoleh data. Jadi wajar kalau ia tahu banyak.



Sudah banyak murtadin yang terselamatkan kembali ke pangkuan Islam setelah diterapi Abud. Uniknya, para pasien yang ditangani mubaligh

kalem ini bukan hanya dari kalangan Muslim KTP saja. Tapi juga ada yang justru berasal dari kalangan santri. Misalnya, anak seorang kyai

sal Salatiga yang selain dimurtadkan juga dihamili oleh seorang aktivis gereja. "Ini bukti bahwa gerakan pemurtadan memang semakin hebat dan terencana serius," jelasnya prihatin.



Melalui Abud juga, sejumlah pendeta dan aktivis gereja kembali berdiri di bawah panji Syahadat. Mereka mengakui kekeliruan yang ada

ada ajaran mereka setelah berdebat panjang dengan Abud. "Bahkan, ada salah satu pendeta setelah berdebat di rumah saya membanting Injilnya karena kesal," cerita pria yang kutubuku ini.



Di tengah kesibukannya keliling daerah untuk mengisi ceramah, seminar dan pelatihan tentang antisipasi gerakan pemurtadan (harakatul irtidad), mantan aktivis PII ini berkenan meluangkan waktunya untuk diwawancarai Suara Hidayatullah. Di ruang tamu rumahnya yang sempit, karena dipenuhi ribuan buku serta pakaian, sendal dan sepatu, barang dagangan istrinya, Abud menerima Deka Kurniawan dan reporter lepas Hidayaturrahman.


Berikut petikannya:

Anda begitu mendalami dunia Kristen. Pernahkah terbersit di hati Anda untuk masuk Kristen?

Tidak ada keinginan untuk masuk Kristen walaupun saya sudah banyak sekali membedah Bibel. Justru keyakinan saya terhadap kebenaran Islam semakin kuat, karena setiap saya membaca Bibel selalu ada perbedaan redaksi dalam setiap edisi cetakannya. Misalnya dalam edisi lama ada istilah Tuhan. Tapi di edisi baru pada tempat yang sama ditulis Tuan. Begitu juga istilah Babi diganti menjadi Babi Hutan.




Abud mengoleksi 49 kitab Injil modern dan klasik, termasuk Injil dalam sejumlah bahasa daerah yakni Jawa, Minang dan Sunda. Sebagian besar didapatnya secara cuma-cuma dari diskusi yang dilakukannya bersama pendeta. Selebihnya didapat dari hasil investigasi dan membeli di pasar loak.



Setelah sekian lama menggeluti ajaran Kristen, apakah Anda menemukan sisi positifnya?




Al-Quran sendiri menyatakan, telah terjadi percampuradukan antara yang benar dan yang batil dalam ajaran ahlul kitab. Ini berarti menunjukkan ada juga kebenarannya. Hanya saja memang madu dan racun itu sudah digabung menjadi satu. Seperti ayat-ayat tauhid dalam Markus pasal 12 ayat 25 Yesus berkata, "Dengarlah wahai Bani Israel Tuhan kita dalah Tuhan Esa." Ini menunjukkan Tuhan mereka adalah esa disamping memang ajaran mereka khusus hanya kepada golongan Bani Israel. Tapi ada juga racunnya, apa yang dikatakan Paulus dalam Roma pasal 9 ayat 5 misalnya, "Yesus adalah Allah yang harus disembah." Datanglah ayat Al-quran sebagai korektor bagi mereka, misalnya surah Al-Maidah ayat 72 menyebutkan, "Telah kafir orang yang mengatakan al-Masih adalah Tuhan." Makanya, kalau kita berinteraksi dengan para aktivis Kristen kita jangan hanya mengatakan kitab Injil sudah tidak asli atau palsu, lebih baik kita tunjukkan yang menyimpang dan salah pada Injil tersebut.




Apa yang menyebabkan kaum Nasrani tidak menyadarinya?




Di samping kekuatan dana, mereka ada dogma, bahwa apapun yang terjadi apakah ajaran itu rasional atau tidak, harus diterima karena ia merupakan firman Tuhan. Dan ditanamkan kepada mereka hanya orang Kristen saja yang selamat, yang lain tidak selamat dan harus diselamatkan. Misi inilah yang membuat mereka agresif untuk melakukan pemurtadan. Apalagi misi itu didukung dengan fasilitas yang cukup. Mereka tidak lagi memikirkan urusan kebutuhan keluarga, karena sudah dijamin. Lain dengan dai-dai kita yang dikirim ke pelosok paling hanya digaji Rp 50.000-150.000 per bulan.



Apa yang membuat mereka menerima dogma tersebut, sehingga mereka tetap menjadi ummat terbesar?




Secara umum orang ingin mencari yang gampang. Dan di Kristen itu memang gampang. Kalau melakukan tindakan yang tidak berakhlaq tidak ada masalah karena nantinya akan diampuni juga, dan cukup hanya sekali seminggu datang ke gereja. Paulus mengatakan dalam Roma pasal 5 ayat 20, "Semakin banyak dosa semakin melimpah kurnia Tuhan."




Makanya di Barat kita ketahui kehidupan mereka rusak, terutama dalam kebebasan seks. Dan kerusakan itu mengacu kepada ajaran Bibel yang memang banyak memuat cerita-cerita porno yang vulgar. Misalnya diceritakan bagaimana Nabi Daud sebagai orang yang rusak moralnya

menghamili Batseba istri Uria. Begitu pula Nabi Luth diceritakan menghamili anaknya sendiri. Makanya, Jasmen Alfa, seorang Sosiolog Kristen, mengatakan Bibel itu jangan sampai dibaca anak-anak, lebih baik ia dimasukkan ke dalam peti besi, kemudian petinya dikunci dan kuncinya dibuang ke laut.



Bagaimana reaksi mereka bila mendengar hal itu dari Anda?




Mereka membenarkan dan meyakini kebenaran cerita persundelan itu. Misalnya sebuah acara di televisi pernah menampilkan dua orang pelacur yang menjadi germo kemudian bertaubat menjadi hamba Tuhan. Saya sampaikan bahwa cerita ini mirip dengan apa yang ada dalam Bibel. Pembawa acara yang Kristen itu kemudian membenarkan. Kemudian saya balikkan, berarti Yesus anak pezina karena dalam Matius ayat 1 dan seterusnya menceritakan bahwa silsilah keturunan Yesus bertemu dengan raja Daud yang menzinai Batseba. Tapi telepon saya akhirnya ditutup.




Kalau sudah mentok biasanya apa yang mereka lakukan?




Ada yang jujur dan mengatakan ini PR buat saya. Ada yang tidak jujur dengan cara menghindar dan lari ke masalah lain. Maka kalau debat dengan mereka jangan beri kesempatan buat beralih pembicaraan.



Mereka meyakini semua orang berdosa dari Adam sampai manusia kemudian, kecuali Yesus yang tidak berdosa. Inilah sebenarnya skenario Paulus menjalankan misinya, yang membuat citra bahwa Yesus itu juru selamat.




Apakah Anda hafal Injil sehingga fasih menyebutkan ayat demi ayat?




Tidak hafal. Hanya tahu saja.




Selama beraktivitas di bidang ini Anda sudah terjun kemana?




Seluruh wilayah Jawa Timur sudah, begitu pula Jawa Tengah dan Sumatera juga serta Kalimantan. Program ke depan adalah Irian dan Sulawesi. Kalau ini sudah berarti semua pulau besar sudah. Jadwal terbang Abud memang padat. Ketika kami menemuinya seusai berkhutbah Jumat di sebuah perkan-toran ia mengaku baru tiba dari Kalimantan. Sesudah itu ia punya agenda di dua tempat sampai malam.



Karena waktu yang terbatas wawancara itu urung dilangsungkan. Karena esok siangnya ia berceramah di Universitas Trisakti untuk selanjutnya terbang ke Palembang, Sahid mewawancarainya pagi hari selama waktu menunggu jemputan dan dalam perjalanan menuju lokasi seminar. Itu pun masih sering disela oleh telepon, antara lain dari daerah yang memintanya datang yakni Pekalongan dan Padang.




Apa yang biasanya Anda lakukan di berbagai tempat itu?




Kita memberikan informasi sekitar cara-cara pemurtadan dan kita dorong mereka memperdalam pemahaman keislaman. Jangan sampai nanti kawan dibilang lawan dan lawan dibilang kawan, karena memang gerakan mereka ibarat musang berbulu ayam, lihai dan licik.




Misalnya sekarang di Meruya Ilir (Jakarta) mereka mendirikan Sekolah Tinggi Theologia Kalimatullah, yang semua mahasiswanya memakai kopiah dan mahasiswinya memakai jilbab. SKS Islamologinya yang dulu hanya 20 SKS sekarang menjadi 40 SKS. Semester dua saja mereka sudah dilatih berdiskusi dengan para ustadz. Sedang mahasiswa IAIN saja tidak dipersiapkan untuk menghadapi para pendeta. Ada juga yang mengaku-ngaku anak kiai, mantan ustadz dan lain-lain.



Mereka menggunakan cara-cara itu untuk mencari legitimasi?




Semacam itu. Tidak jarang yang mengaku pernah jadi aktivis Muhammadiyah. Bahkan di rumah sakit pun mereka beraksi. Pasien yang tidak berdaya disuruh beriman kepada Yesus agar sembuh. Padahal kalau mau jujur, saya mempunyai tetangga Katolik yang mengeluh karena habis

biaya untuk berobat strok tapi tidak juga sembuh, terus saya balikkan saja, katanya Tuhan Anda bisa menyembuhkan. Jadi semua akal-akalan

orang Kristen untuk menjerat orang Islam. Kalau sudah menjadi Kristen ya akhirnya diterlantarkan.



Seberapa sering Anda menangani kasus-kasus pemurtadan?




Banyak sekali. Yang paling sering biasanya kasus pemuda Kristen memacari dan menghamili pemudi Muslimah. Ada juga kasus nikah beda agama yang belakangan menim-bulkan masalah besar.




Apa hikmah terbesar menjadi seorang Kristolog?




Di sini saya bisa menguji kemampuan lewat berdebat dengan mereka, kalau ada yang kurang saya pelajari terus. Di samping itu memudahkan saya berda'wah kepada mereka, karena Islam ini juga wajib dida'wahkan kepada mereka. Lihat saja surah Ali-Imron ayat 71. Sementara perintah bagi mereka untuk berdakwah kepada orang Islam itu batal karena dalilnya di Matius pasal 28 ayat 16 dibuat setelah Yesus mati.



Karenanya, kalau Anda didatangi misionaris Kristen, jangan diusir. Da'wahi mereka.



Tapi kan tidak semua orang punya bekal?




Makanya para aktivis da'wah harus menyiapkan bekal itu. Tim FAKTA insya Allah siap membantu. Dimana saja, sampai ke Irian sekalipun, kami siap memberikan bekal.




FAKTA didirikan 1998 dengan latar belakang belum banyaknya lembaga yang secara khusus menangani persoalan Kristenisasi. Dengan fasilitas yang sangat terbatas 7 dari 20 relawan (diantaranya bekas pendeta) yang aktif hingga kini masih rutin melakukan berbagai kegiatan antisipasi pemurtadan antara lain dengan menerbitkan buletin, membuka ruang konsultasi akidah di sebuah majalah Islam, memberikan seminar, ceramah dan pelatihan Kristologi di berbagai kota, dan belakangan di kampus-kampus. Melalui lembaga inilah Abud membangun jaringan anti pemurtadan secara nasional. Sayangnya, untuk kebutuhan operasional FAKTA masih mengandalkan kocek para relawannya sendiri.



Apa saja langkah yang harus diambil jika sebuah masyarakat berhadapan dengan kristenisasi?




Kristenisasi ini bervariasi. Kalau mereka mengadakan santunan sosial, pembagian sembako atau lainnya, maka umat Islam harus melakukan hal yang sama sebagai counternya. Kalau mereka menyerang lewat buku kita juga mempersiapkan buku dan tulisan-tulisan, sekaligus menyerang balik kepada mereka. Tapi kalau kasusnya hipnotis maka kita harus laporkan kepada pihak yang berwajib dan melakukan upaya advokasi bertemu dengan upaya hukum. Aparat juga harus peka. Kalau tak ada langkah hukum masyarakat bisa kehilangan kesabaran.



Kepada para misionaris, langkah pertama, tolak mereka dengan cara yang baik, karena Islam tidak mengajarkan cara kekerasan jika kita tidak diperlakukan keras. Konkritnya kalau menemukan sudah ada bukti-bukti itu, ambil bukti-bukti itu kemudian serahkan kepada ulama setempat dan beritahukan kepada aparat, lantas jelaskan kepada mereka ini melanggar kode etik penyebaran agama. Kalau mereka berbuat zhalim baru kita lakukan hal yang sama tapi tidak boleh berlebihan. Ummat Islam jangan menjadi ummat yang bodoh karena Islam bukan agama yang sempit. Kepada ummat Kristen yang tidak menggangu jangan diganggu pula mereka.




Tindakan ummat Islam selama ini cenderung reaktif terhadap isu-isu kristenisasi, misalnya seperti yang terjadi di Doulos. Bagaimana menurut Anda?




Jangan salah tafsir. Ummat Islam tidak pernah mengadakan aksi. Mereka hanya bereaksi. Karena aksi-aksi Kristen melanggar kode etik maka

ummat Islam bereaksi.



Mungkin, karena begitu concernnya terhadap bidang Kristologi, dosen Institut Agama Islam Al-Ghuraba ini, sampai menamakan anak keduanya dengan seorang tokoh Kristologi terkemuka dari Afrika, Ahmad Deedat. "Saya memang mengaguminya dan ingin agar dia menjadi ulama seperti Ahmad Deedat," jelas Kristolog yang mengaku memiliki kemiripan jalan hidup dengan Ahmad Deedat itu. Itulah sebabnya di kalangan teman-temannya, serta belakangan di kalangan media dan umat, anak ketujuh dari 13 bersaudara pasangan Mahfudz dan Hanafiyah itu lebih sering dikenal sebagai Abu Deedat. Padahal nama aslinya adalah Shihabuddin.



Mengapa Anda tertarik dan tekun menekuni Kristologi?




Saya terjun di dunia Kristologi tahun 1982, ketika bekerja di sebuah perusahaan swasta. Di perusahaan itu kebetulan direkturnya seorang pendeta. Begitu pula para pimpinan lainnya yang memegang posisi penting rata-rata adalah aktivis gereja. Salah satu dari mereka, yakni kepala bagian keuangan berusaha menginjili ('mendakwahkan' injil) para karyawan Muslim melalui berbagai tulisan dan diktat tentang potongan-potongan ayat Qur'an yang terkesan seperti mendukung agama mereka.




Saya penasaran. Maka saya datangi orang itu. Ketika saya tanya, katanya tulisan-tulisan itu disusun oleh orang yang sudah berpuluh-puluh kali naik haji. Saya pun terlibat diskusi kecil-kecilan dengan mereka.


Apa bekal Anda waktu itu?


Bekal saya waktu itu Injil pemberian seorang Kristen Manado yang saya pelajari. Kebetulan juga saya lulusan Fakultas Ushuluddin, jurusan Penyiaran Islam di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sana ada mata kuliah khusus tentang Kristologi. Dengan modal itu saya terus menggeluti dunia Kristologi secara otodidak, selain mengikuti kursus-kursus Kristologi secara tertulis. Misalnya di Pelita Hidup tahun 1986 dengan menggunakan nama samaran. Alhamdulillah dari situ saya banyak mendapatkan dokumen penting yang berguna untuk antisipasi gerakan mereka.

Ia dibesarkan di pesantren NU sampai SMP di Tasikmalaya, Jawa Barat. Orang tuanya juga berlatar belakang NU. Karena banyak berinteraksi dengan aktivis Persis, ayahnya lalu banyak mendorong untuk berdakwah. Berbagai diskusi dan kegiatan PII ditekuninya.



Di rumahnya Abud sering meladeni permintaan debat dari para pendeta dan aktivis gereja. Hal yang sama juga dilakukan di berbagai tempat. Dan itu sudah berlangsung ratusan kali. Dari kalangan Budha dan Aliran Kepercayaan ada juga yang pernah menjadi lawan debat Abud. Menurut Abud, banyak di antara mereka yang menyerah tapi tidak mau mengakui kesalahannya. Kalau pun ada yang mengaku salah, mereka khawatir kalau masuk Islam akan miskin. Tidak sedikit juga yang mendapat hidayah.



Buku apa saja yang Anda jadikan pegangan untuk mendebat mereka?


Ketika masih SMU di kampung, saya sudah memiliki referensi buku-buku Islam, kurang lebih 500 judul. Yang pertama saya pelajari adalah dialog Islam-Kristen berjudul "Bibel lawan Bibel" karangan A Hassan dan buku-buku Pak Abdullah Wasian tentang Kristologi.

Bagaimana Anda mendidik anak Anda, Deedat, supata kelak jadi seperti Ahmad Deedat?

Saya sekarang sedang berusaha menyiapkannya menjadi aktivis da'wah. Ketika saya menangani kasus pemurtadan di rumah, saya sengaja menyuruhnya untuk melihat.

Bagaimana mengatur kesibukan da'wah dengan keluarga?

Saya mencoba bagaimana kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi, karenanya saya juga berwiraswasta. Istri saya banyak sekali membantu dan mendorong saya ketika menangani kasus-kasus pemurtadan terutama terhadap Muslimah. Jadi antara saya dan istri sejalan. Dia juga tahu tugas saya, sehingga untuk anak-anak kita beri penjelasan kepada mereka.


Anda pernah mengalami teror?

Iya, sebatas teror telepon dan surat kaleng biasa. Istri saya juga pernah diancam melalui telepon. Berjuang harus ada tantangan dan itulah risiko.

Peristiwa apa yang paling berkesan bagi Anda?

Yang tidak pernah bisa saya lupakan adalah ketika saya mengobati anaknya kiai, di mana seumur hidup baru kali itu saya menceramahi kiai secara langsung. Anaknya kuliah di salah satu perguruan tinggi di Semarang, dibawa kabur oleh anak pendeta kemudian di-Kristenkan, bahkan sudah dihamili. Akhirnya pak kiai ini mendatangi saya dan minta tolong kepada saya untuk menangani kasus ini. Alhamdulillah, sayapun dapat melakukan penyadaran kepada anak tersebut dan kepada kiai itu sekaligus yang merasa terpukul dengan keadaan anaknya. Kesan lain, ketika saya menghadapi kasus-kasus Muslimah yang termurtadkan. Ini sering membuat saya sedih.

Apakah perhatian yang mendalam itu tidak membuat Anda emosional?

Saya sangat prihatin sekali, karena lembaga yang lain masih sangat minim perhatiannya terhadap masalah seperti ini. Inilah kelemahan di kalangan kita. Kalau kejadian seperti ini belum menimpa keluarga kita sendiri, hal itu dianggap biasa saja. Kalau sudah tertimpa musibah baru merasa. (Deka Kurniawan)

Awaaasssss .......Kristenisasi Jawa Barat !!!!!!

Sahabat pembaca, kali ini penulis meng-update blog ini dengan sebuah informasi tentang fakta Kristenisasi yang terjadi. Informasi ini penulis dapat dari beberapa media muslim online, yang semata-mata bertujuan agar sahabat kaum muslimin kembali meningkatkan kewaspadaan dalam mengantisipasi hal-hal demikian itu.

Kristenisasi akan mengepung ibu kota Jakarta. Diawali dengan menggarap kota-kota penyangga utamanya, Jawa Barat. Demikian pula dengan Sumbar, kata pengamat

Hidayatullah.com--Terkait adanya dugaan upaya kristenisasi berkedok karnaval dengan memanfaatkan momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan bekerjasama
dengan Badan Anti Narkotika (BAN) di Bekasi, Ahad (2/5) lalu, Forum Ummat Islam (FUI) Wilayah Bekasi, mengungkapkan bahwa memang ada skenario besar dibalik
peristiwa-peristiwa provokatif tersebut.

Tak lama sebelum kasus itu, telah terjadi pula sikap penentangan oleh kalangan Kristen dengan melakukan pelecehan terhadap Islam dengan menginjak Al-Qur'an.
Kemudian munculnya blog Santo Bellarminus yang memberikan tagline pada title header blognya, "Habisi Islam di Indonesia". Uniknya, kejadian dan objek tersebut
semua berlangsung di Kota Bekasi Raya.

Menurut Pengurus Forum Ummat Islam (FUI) Wilayah Kota Bekasi, Drs. Bernard Abdul Jabbar, M.Pd, Provinsi Jawa Barat telah menjadi agenda utama gerakan kristenisasi
di Indonesia selain juga Provinsi Sumatera Barat.

"Jawa Barat dan Sumatera Barat itu agenda kristenisasi internasional. Di Jawa Barat dimulai dari Bekasi, kemudian akan berkelanjutan termasuk misalnya
pada kasus di Cianjur," kata Bernard yang ditemui Hidayatullah.com, Jum'at (14/05) kemarin di sela-sela aksi demontrasi ummat Islam di Bekasi.

Mantan pendeta ini mengungkapkan, gerakan-gerakan kristenisasi yang terbilang marak dan berani tersebut memang sesuai dengan perintah dalam upaya menjalankan
perintah Alkitab Matius (10): 16; licik seperti ular, tulus seperti merpati.

"Menurut mereka, ini adalah misi agung. Mereka didukung Gerakan jaringan zionis kristen Indonesia," jelasnya.

Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Barat, lanjut Bernard, merupakan indikator keberhasilan kristenisasi di Indonesia. Lebih dari itu, bahkan menurut investigasi
dan temuan FUI, kini ummat Kristen di Bekasi sudah bersiap diri dengan segala sesuatunya.

Sekte garis keras Kristen Protestan yakni Yehova pun rutin melakukan bantuan melalui Denny Tunggul, orang yang diduga menunggangi aksi pelecehan terhadap
Islam di halaman Masjid Al Barkah belum lama ini.

"Pasukannya sudah bersiap diri. Ada Brigade Kristus, Brigade Maryam, Brigade Imron, dan Brigade Kudus. Mereka sudah bersatu, ini kita harus sadar," imbuh
pria yang juga sempat menjadi aktivis kristen radikal ini.

Bernard menyakini bahwa ada kekuatan besar dibalik semua kegiatan kristenisasi tersebut. "Ada rekayasa dan agenda besar di sana," tandas dia.

 Sumber :[www.hidayatullah.com]

Penyesalan Orang-orang Kafir di Akhirat Di dunia ini banyak orang-orang yang kafir. Tak jarang mereka begitu bangga akan kekafirannya. Ada yang bangga menjadi atheist dan lantang menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Mereka anggap bodoh orang-orang yang percaya akan adanya Tuhan. Ada pula yang meski mengaku beriman, namun mengingkari perintah Allah. Mereka justru menghalangi tegaknya syariat Islam. Menghalangi tegaknya hukum Allah. Sebaliknya mereka justru menjadi pendukung sistem buatan manusia yang merupakan buatan dari kaum Judeo-Christian (Yahudi dan Nasrani). Ada juga yang enggan mengerjakan shalat, malas berpuasa, tidak mau membayar zakat, atau tidak mau naik haji meski mampu. Padahal itu adalah kewajiban utama yang masuk dalam 5 rukun Islam. Surat Al An’aam 25-31: Kelak orang-orang seperti ini akan menyesal di akhirat nanti. Di bawah adalah ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan penyesalan mereka. Saat siksa neraka yang pedih akan menimpa mereka, ingin rasanya mereka kembali ke dunia dan mengerjakan segala perintah Allah. وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لا يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: “Al Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu”. وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al Qur’an dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari. وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”. وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى رَبِّهِمْ قَالَ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah: “Bukankah (kebangkitan) ini benar?” Mereka menjawab: “Sungguh benar, demi Tuhan kami”. Berfirman Allah: “Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari (nya)”. قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!”, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu. [Surat Al An'aam 25-31] Bagaimana mereka tidak menyesal mengingat kedahsyatan kiamat dan neraka itu amat dahsyat hingga seorang ibu yang tengah menyusui anaknya sampai lupa pada anaknya: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” [Al Hajj 1-2] Begitu mengerikan hingga anak-anak rambutnya menjadi beruban: “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. Langit(pun) menjadi pecah belah pada hari itu. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana.” [Al Muzzammil 17-18] Pada Surat Al Fajr 17-26 dijelaskan bagaimana orang yang tidak memuliakan anak yatim, tak mau sedekah, dan korup akhirnya menyesal tatkala diperlihatkan neraka yang begitu dahsyat dan mengerikan. Neraka itu untuk menyiksa dirinya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris. dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya. [Surat Al Fajr 17-26] Dia menyesal karena mencintai harta benda dengan berlebihan dan ingin agar bisa kembali sehingga dapat bersedekah. Namun sia-sia. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna! Surat Saba’ 31-33 menjelaskan bagaimana orang yang tidak beriman kepada Al Qur’an akhirnya menyesal. Para penyesat dan orang yang disesatkan pun saling menyalahkan: “Dan orang-orang kafir berkata: “Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al Qur’an ini dan tidak (pula) kepada Kitab yang sebelumnya”. Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang lalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa”. Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak) sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. [Saba' 31-33] Pada surat Yunus 48-54, orang-orang kafir tidak percaya akan hari pembalasan. Bahkan minta disegerakan jika memang ada: “Mereka mengatakan: “Bilakah (datangnya) ancaman itu, jika memang kamu orang-orang yang benar?” Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudaratan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah.” Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya). Katakanlah: “Terangkan kepadaku, jika datang kepada kamu sekalian siksaan-Nya di waktu malam atau di siang hari, apakah orang-orang yang berdosa itu minta disegerakan juga?” Kemudian apakah setelah terjadinya (azab itu), kemudian itu kamu baru mempercayainya? Apakah sekarang (baru kamu mempercayai), padahal sebelumnya kamu selalu meminta supaya disegerakan? Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang lalim (musyrik) itu: “Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal; kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” Dan mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (azab yang dijanjikan) itu?” Katakanlah: “Ya, demi Tuhan-ku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)”. Dan kalau setiap diri yang lalim (musyrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya. [Yunus 48-54] Saat siksa itu datang mereka menyesal. Bahkan bersedia menebus dengan segala yang ada.

Penyesalan Non Muslim di Hari Akhir

Di dunia ini banyak orang-orang yang kafir. Tak jarang mereka begitu bangga akan kekafirannya. Ada yang bangga menjadi atheist dan lantang menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Mereka anggap bodoh orang-orang yang percaya akan adanya Tuhan.

Ada pula yang meski mengaku beriman, namun mengingkari perintah Allah. Mereka justru menghalangi tegaknya syariat Islam. Menghalangi tegaknya hukum Allah. Sebaliknya mereka justru menjadi pendukung sistem buatan manusia yang merupakan buatan dari kaum Judeo-Christian (Yahudi dan Nasrani).

Ada juga yang enggan mengerjakan shalat, malas berpuasa, tidak mau membayar zakat, atau tidak mau naik haji meski mampu. Padahal itu adalah kewajiban utama yang masuk dalam 5 rukun Islam.

Surat Al An’aam 25-31:

Kelak orang-orang seperti ini akan menyesal di akhirat nanti. Di bawah adalah ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan penyesalan mereka. Saat siksa neraka yang pedih akan menimpa mereka, ingin rasanya mereka kembali ke dunia dan mengerjakan segala perintah Allah.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لا يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: “Al Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu”.

وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al Qur’an dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari.

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan).

بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.

وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ

Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”.

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى رَبِّهِمْ قَالَ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah: “Bukankah (kebangkitan) ini benar?” Mereka menjawab: “Sungguh benar, demi Tuhan kami”. Berfirman Allah: “Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari (nya)”.

قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!”, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.

[Surat Al An'aam 25-31]

Bagaimana mereka tidak menyesal mengingat kedahsyatan kiamat dan neraka itu amat dahsyat hingga seorang ibu yang tengah menyusui anaknya sampai lupa pada anaknya:

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” [Al Hajj 1-2]

Begitu mengerikan hingga anak-anak rambutnya menjadi beruban:

“Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.
Langit(pun) menjadi pecah belah pada hari itu. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana.” [Al Muzzammil 17-18]

Pada Surat Al Fajr 17-26 dijelaskan bagaimana orang yang tidak memuliakan anak yatim, tak mau sedekah, dan korup akhirnya menyesal tatkala diperlihatkan neraka yang begitu dahsyat dan mengerikan. Neraka itu untuk menyiksa dirinya:

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.

Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.

dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.

Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”

Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.

[Surat Al Fajr 17-26]

Dia menyesal karena mencintai harta benda dengan berlebihan dan ingin agar bisa kembali sehingga dapat bersedekah. Namun sia-sia. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna!

Surat Saba’ 31-33 menjelaskan bagaimana orang yang tidak beriman kepada Al Qur’an akhirnya menyesal. Para penyesat dan orang yang disesatkan pun saling menyalahkan:

“Dan orang-orang kafir berkata: “Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al Qur’an ini dan tidak (pula) kepada Kitab yang sebelumnya”. Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang lalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”.

Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa”.

Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak) sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.

[Saba' 31-33]

Pada surat Yunus 48-54, orang-orang kafir tidak percaya akan hari pembalasan. Bahkan minta disegerakan jika memang ada:

“Mereka mengatakan: “Bilakah (datangnya) ancaman itu, jika memang kamu orang-orang yang benar?”

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudaratan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah.” Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).

Katakanlah: “Terangkan kepadaku, jika datang kepada kamu sekalian siksaan-Nya di waktu malam atau di siang hari, apakah orang-orang yang berdosa itu minta disegerakan juga?”

Kemudian apakah setelah terjadinya (azab itu), kemudian itu kamu baru mempercayainya? Apakah sekarang (baru kamu mempercayai), padahal sebelumnya kamu selalu meminta supaya disegerakan?

Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang lalim (musyrik) itu: “Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal; kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.”

Dan mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (azab yang dijanjikan) itu?” Katakanlah: “Ya, demi Tuhan-ku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)”.

Dan kalau setiap diri yang lalim (musyrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya.

[Yunus 48-54]

Saat siksa itu datang mereka menyesal. Bahkan bersedia menebus dengan segala yang ada.