Jumat, 23 Januari 2015

Kristenisasi Lewat Jalur Politik


Irena Handono
khabarislam.wordpress.com. “Salib itu kan perlambang hablumminallah dan hablumminannas seperti di Islam. Dan salib itu juga lambang berserah diri, yang juga menjadi salah satu hakikat ajaran Islam,” jelas Asrianty Puwantini, caleg �kontroversial� PDS dari Jawa Timur.
Akhir-akhir ini heboh beredar di internet, televisi swasta, berita tentang caleg wanita Partai Damai Sejahtera (PDS) yang memakai jilbab. Kemudian pertanyaan yang mencuat adalah apakah ini merupakan salah satu dari upaya kristenisasi yang mana mereka saat ini menempuh jalur partai politik?
Dengarlah apa yang disampaikan ahli etika Kristen Pendeta Dr.Verkuil yang berujar bahwa berpolitik bagi warga gereja merupakan pengabdian kepada Kristus Kepala Gereja. Dengan kata lain, kehadiran Kristen di panggung politik adalah suatu panggilan yang wajib ditunaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban iman.
Pecah belah suara umat Islam
Terbukanya kesempatan untuk membuat partai-partai baru di era reformasi, membuat suara umat islam yang dahulu terkerucut pada satu partai yakni PPP (Partai Persatuan Pembangunan) menjadi terpecah belah kepada sekian banyak partai. Kondisi ini sejenak terasa bagaikan angin segar bagi perpolitikan di Indonesia namun sesungguhnya justru sebaliknya. Disaat umat Islam sibuk dibingungkan dengan berbagai partai, di iming-iming seolah-olah setiap orang bisa duduk di kursi legeslatif. Sementara disisi lain umat kristen merapatkan diri hanya mendukung satu partai. Ketika partai kristen ini melampaui jauh batas minimum suara untuk dapatkan kursi legeslatif, maka partai-partai umat islam hanya mendapatkan suara yang tidak memenuhi kuota, dan akhirnya tidak mampu menyaingi partai kristen untuk berkuasa dalam parlemen.
Kita lihat saja, perimbangan keterwakilan kaum muslimin di parlemen sampai sekarang ini masih jauh dari proporsional dibandingkan dengan kristen. Kalau jumlah non muslim di negeri ini tidak lebih dari 20% maka semestinya jumlah mereka di parlemen tidak lebih dari 20% pula. Tetapi kenyataan proses dan hasil pemilu beberapa kali di negeri ini, kalangan kristen dapat masuk ke senayan bahkan dengan menaiki kendaraan partai yang beraroma Islam.
Politik Kristen
�Berpolitik bagi warga gereja merupakan pengabdian kepada Kristus�, Pendeta Dr.Verkuil.
Perlu diketahui bahwa Politik Kristen tidak menyangkut PDS saja. Di awal lahirnya negara ini, ada Parkindo (Partai Kristen Indonesia), yang kemudian dimasa rezim Orde Baru, Parkindo meleburkan diri dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Ketika memasuki Era Reformasi diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga negara membentuk partai-partai politik, orang-orang Kristen pun tidak ketinggalan menyambutnya. Mereka merasa berhak dan berkewajiban membentuk partai dengan nilai-nilai kekristenan. Maka lahirlah belasan partai kristen, walau dalam Pemilu hanya PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa) (1999) dan PDS (Partai Damai Sejahtera) (2004) yang berhasil mengikutinya. Keduanya berhasil mendudukkan wakil-wakilnya di DPR-RI.
Kristen secara politik mengenal sistem bipolar. Yang terdiri atas kutub konsentrasi dan kutub polarisasi. Kutub konsentrasi, adalah dengan maksud bahwa supaya ummat kristen punya perwakilan, mempunyai suara di legeslatif sehingga berangkat dari pemikiran ini umat kristen harus punya partai. Umat kristen di konsentrasikan untuk memilih PDS dengan tujuan agar PDS punya suara cukup besar hingga memiliki kursi di parlemen.
Kutub polarisasi, adalah bahwa tidak semua tokoh kristen harus masuk PDS. Semua tokoh kristen harus menyebar ke partai-partai yang ada untuk mewarnai, mempengaruhi partai-partai yg lain. Partai-partai yang menjadi target ini adalah partai-partai terbuka yang bisa menerima orang kristen. Hal inilah yang tidak diketahui oleh umat Islam.
Kedua kutub tersebut bermuara pada sebuah lembaga yang disebut FKKI (Forum Komunikasi Kristen Indonesia), lembaga tempat bersatunya seluruh kristen apapun partainya. Jadi bukanlah mustahil jika dikatakan sesungguhnya partai kristen mengetahui apa rahasia di partai-partai yang lain.
Maka sesungguhnya program kristenisasi yang berbahaya adalah program kristenisasi secara tidak langsung. Partai kristen menyadari bahwa mereka secara jumlah adalah minoritas, maka mustahil untuk meraih massa namun target mereka adalah �Tidak kuasai massa tapi kuasai sistem�. Sehingga cara yang diambil adalah bagaimana masuk dalam partai-partai yang ada dan menguasai partai-partai tersebut. Jika sistem mereka pegang maka mereka juga akan kuasai hal-hal yang lain dan otomatis massa itu sendiri akan terkendalikan.
Caleg PDS berjilbab
Partai Damai Sejahtera (PDS) walaupun secara jelas menunjukkan identitasnya dengan tanda gambar salib, namun terdaftar sebagai partai terbuka. Mereka membuka diri bagi orang Islam dengan memberikan porsi 20% kepada kalangan muslim. Dan justru yang dibidik adalah caleg dari kalangan muslimah. Mengapa demikian?
Ketika umat kristen akan menjalankan misinya �mencari domba-domba tersesat� dengan jalan antara lain mendirikan gereja, mengadakan bakti sosial, dll, seringkali mendapat ganjalan dari umat Islam dan terbentur dengan perundang-undangan yang berlaku. Namun jika yang mewakili umat kristen ini adalah seorang muslim untuk berhadapan dengan umat islam dan aparat pemerintah, maka hasilnya tentu akan lain. Maka kita tidak heran jika di suatu daerah ada pendirian gereja ilegal namun didukung mati-matian oleh tokoh muslim yang notabene dia ustad atau pimpinan pondok pesantren.
Artinya, ada kesengajaan partai kristen dalam merekrut caleg muslim dengan tujuan agar mereka menjadi ujung tombak untuk menentang syariat islam. Maka bukan orang kristen sendiri yang harus berhadapan dengan para aparat pemerintah tapi orang-orang muslim dalam partai kristen yg akan berhadapan.
Lalu apakah mungkin menyuarakan kepentingan umat Islam melalui partai kristen? Ini adalah hal yang mustahil. Ketika seorang muslim menjadi caleg PDS maka mustahil dia akan mampu memperjuangkan kebijakan-kebijakan demi kebaikan umat. Segala perundangan yang berbau syariah secara tegas ditolak oleh partai kristen. Contoh, Perbankan Syariah dan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Walaupun keduanya membawa kemaslahatan bagi masyarakat secara umum, namun ditolak dengan alasan �menggelikan� bahwa NKRI bukan negara agama.
PDI-P sebagai partai sekuler dan PDS yang mengatakan sebagai partai kristen secara konsisten mereka menolak syariah Islam untuk diterapkan oleh negara. Itu semua mereka sampaikan secara terbuka dan tegas. Setiap UU yang melanggar prinsip sekulerisme dan berbau syariah mereka tolak dengan gigih. Sekulerisme harga mati, syariah Islam wajib ditolak! Sementara sikap politisi Islam masih terlihat segan dan tidak tegas untuk katakan akan memperjuangkan syariah Islam. Bahkan terkadang bicara syariah Islampun enggan.